Harga Batu Bara Lagi Panas-panasnya, Pekan Depan Cetak Rekor?

Tri Putra, CNBC Indonesia
21 August 2022 12:00
Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batu bara pada 1–31 Januari 2022 guna menjamin terpenuhinya pasokan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan independent power producer (IPP) dalam negeri. Kurangnya pasokan batubara dalam negeri ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali melesat tajam dalam sepekan terakhir. Untuk kontrak batu bara termal ICE Newcastle, harganya naik 10,4% dalam sepekan dan ditutup di US$ 436/ton.

Perlu diketahui, harga tersebut mendekati rekor harga tertinggi sepanjang masa yang pernah dicatatkan oleh batu bara pada Maret lalu. Kala itu tepatnya pada 2 Maret 2022, harga batu bara tembus US$ 446/ton. Pemicunya adalah krisis energi di Eropa.

Perang antara Rusia dan Ukraina membawa dampak pada gangguan pasokan sehingga membuat harga gas melambung tinggi.

Dengan tingginya harga gas, banyak negara Eropa yang kembali memutuskan untuk mengaktifkan lagi pembangkit listrik batu baranya.

Selain dari sisi krisis energi di Eropa yang terus berkepanjangan, katalis positif untuk batu bara juga datang dari China.

Beijing yang merupakan konsumen batu bara terbesar kini dihadapkan pada gelombang panas yang bisa mengancam ketahanan energi mereka.

Dilansir dari Nikkei Asia, perusahaan-perusahaan di bagian barat daya China telah melaporkan adanya hambatan produksi hingga 24 Agustus mendatang karena persoalan listrik.

Permintaan listrik di wilayah Chongqing dan Liangjiang melonjak tajam karena panasnya cuaca. Chongqing merupakan basis produksi mobil dan komputer. Jika ada masalah terhadap listrik wilayah tersebut, rantai pasok global akan terganggu.

Persoalan bermula dari kekeringan dan panasnya cuaca di barat daya China. Kekeringan membuat pembangkit listrik tenaga air berkurang produksinya. Padahal, pembangkit tersebut menjadi sumber utama penopang energi bagi sektor pertanian dan beberapa industri.

Produsen dan sektor pertanian kemudian beralih ke bensin sehingga membuat penggunaan bensin meningkat 15% dalam dua minggu terakhir. Pasokan pun kemudian berkurang.

Selain barat daya China, hub industri seperti Sichuan, Chongqing, Jiangsu, Zhejiang dan Shanghai juga tengah dihadapkan pada kenaikan permintaan listrik karena panasnya cuaca.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Harga Batu Bara Terjun Bebas, Sinyal Bearish?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular