
Investor Memburu SBN Lagi, Harganya Balik Menguat!

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (18/8/2022), setelah sehari sebelumnya tidak dibuka karena adanya libur Hari Kemerdekaan.
Mayoritas investor ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya yield. Hanya SBN tenor 15, 25, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN bertenor 15 tahun menguat 3,5 basis poin (bp) ke posisi 7,031%. Sedangkan yield bertenor 25 tahun meningkat 1,9 bp ke 7,587%, dan yield SBN bertenor 30 tahun naik 0,6 bp ke 7,342%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara melandai 2,1 bp ke posisi 7,047%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Pasar obligasi pemerintah RI kembali dibuka setelah libur memperingati Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus kemarin.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) juga cenderung melandai pada perdagangan pagi hari ini waktu setempat, setelah dirilisnya hasil rapat bank sentral AS pada Rabu siang waktu AS atau dini hari tadi waktu Indonesia.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun melandai 2,9 bp ke posisi 3,266% pada hari ini pukul 07:05 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Rabu kemarin di 3,295%.
Sedangkan untuk yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara AS juga melemah 2,6 bp ke 2,869% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di 2,895%.
Dalam risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), menunjukkan jika pejabat The Fed belum melihat sinyal kuat dari pelemahan inflasi meskipun inflasi sudah melandai ke 8,5% (year-on-year/yoy) pada Juli, dari sebelumnya pada Juni lalu sebesar 9,1%.
"Partisipan (FOMC) sepakat hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan jika tekanan inflasi mereda. Inflasi harus direspons dengan pengetatan moneter. Partisipan berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke target sasaran di kisaran 2%," tulis risalah FOMC.
Dalam risalah yang keluar pada Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed tidak memberi petunjuk khusus berapa besar mereka akan menaikkan suku bunga dalam pertemuan September mendatang. The Fed hanya mengatakan jika mereka akan tetap memonitor dengan dekat data-data ekonomi sebelum membuat kebijakan.
Pelaku pasar pun kemudian berekspektasi jika The Fed akan membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk menekan inflasi. Artinya, kenaikan suku bunga agresif masih sangat mungkin terjadi.
Pelaku pasar kini memperkirakan The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bp) pada September, meskipun kenaikan sebesar 75 bp juga masih terbuka.
Sebagai catatan, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 225 bp menjadi 2,25% hingga 2,5% sepanjang tahun ini.
"Kebijakan The Fed masih akan hawkish. Ada kemungkinan mereka akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bp pada September. Namun, kenaikan sebesar 75 bp juga sangat terbuka," tutur ekonom Spartan Capital Securities Peter Cardillo, kepada Reuters.
Pasar saat ini menanti rilis data pekerjaan yang dijadwalkan akan dirilis malam hari ini waktu Indonesia, termasuk data klaim pengangguran mingguan. Selain itu, angka penjualan rumah di Negeri Paman Sam juga akan dirilis malam hari ini waktu Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi