Isu Resesi Global & Harga Pertalite Bikin Rupiah Keok 2 Hari!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah dua hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (16/8/2022). Kembali munculnya isu resesi global membuat dolar AS yang menyandang status safe haven diuntungkan. Selain itu, isu kenaikan harga Pertalite juga memberikan tekanan bagi rupiah.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melemah 0,24% ke Rp 14.770/US$. Depresiasi kemudian bertambah menjadi 0,27% ke Rp 14.780/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.765/US$, melemah 0,17% di pasar spot.
Tanda-tanda rupiah akan melemah sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Selasa (16/8) pukul 8:56 WIB | Kurs Selasa (16/8) pukul 14:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.740,2 | Rp14.769,0 |
1 Bulan | Rp14.758,4 | Rp14.782,8 |
2 Bulan | Rp14.771,3 | Rp14.793,3 |
3 Bulan | Rp14.788,8 | Rp14.807,0 |
6 Bulan | Rp14.839,6 | Rp14.850,0 |
9 Bulan | Rp14.849,2 | Rp14.899,0 |
1 Tahun | Rp14.976,4 | Rp14.008,8 |
2 Tahun | Rp15.377,1 | Rp15.324,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Isu resesi global kembali muncul setelah rilis serangkaian data ekonomi dari China yang mengecewakan.
Berbagai data ekonomi terbaru menunjukkan Negeri Tirai Bambu sedang tidak baik-baik saja.
Pada Juli 2022, produksi industri China tumbuh 3,8% year-on-year (yoy). Cukup jauh melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 4,8% yoy.
Kemudian pada Januari-Juli 2022, investasi tetap di China tumbuh 5,7% yoy. Melambat dibandingkan pertumbuhan enam bulan pertama 2022 yang sebesar 6,1% yoy dan lebih rendah ketimbang ekspektasi pasar yang memperkirakan 6,2% yoy.
Lalu penjualan ritel pada Juli 2022 tumbuh 2,7% yoy. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 3,1% yoy dan jauh di bawah perkiraan pasar yang 'meramal terjadi pertumbuhan 5% yoy.
Mungkin karena melihat situasi ekonomi yang kian memburuk, bank sentral China (PBoC) memutuskan untuk menurunkan suku bunga medium-term lending facilitytenor 1 tahun sebanyak 10 basis poin (bps) ke 2,75%.
Selain itu, terpuruknya rupiah berbarengan dengan semakin kuatnya isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite.
Jika harga Pertalite dinaikkan, maka inflasi di Indonesia kemungkinan akan melesat.
Badan Pusat Statistik (BPS) di awal bulan ini mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022 yang tumbuh 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).Lebih tinggi dibandingkan Juni 2022 yang sebesar 0,61%.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Inflasi inti juga tercatat naik menjadi 2,68% (yoy) lebih tinggi dari sebelumnya 2,63% (yoy).
Saat inflasi semakin meninggi, maka nilai tukar mata uang semakin tergerus. Rupiah pun tertekan.
Pada tahun 2014 lalu misalnya, saat harga BBM dinaikkan pada bulan November rupiah terus mengalami pelemahan. Pemerintah saat itu menaikkan harga BBM sebesar 30% yang memicu kenaikan inflasi sebesar 8,36% (yoy).
Di akhir Oktober 2014, rupiah berada di kisaran Rp 12.080/US$ kemudian terus melemah hingga menyentuh Rp 12.930/US$ pada pertengahan Agustus. Pelemahannya tercatat lebih dari 7% dalam satu setengah bulan.
Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni dan setelahnya rupiah terus mengalami pelemahan hingga menembus ke atas Rp 10.000/US$. Pelemahan rupiah diperparah dengan isu tapering oleh bank sentral AS (The Fed).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)