Pertumbuhan Ekonomi Malaysia-Filipina Salip RI, Mata Uangnya?
Jakarta, CNBC Indonesia - Malaysia hari ini mengumumkan pencapaian pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022. Ekonomi Negeri Harimau Malaya tumbuh impresif, mencapai 8,9% year-on-year (yoy).
Pencapaian tersebut adalah rekor tertinggi sejak kuartal II-2021. Realisasi 8,9% pun jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 6,7%.
Sebelumnya, Filipina juga sudah mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021. Hasilnya lumayan, Produk Domestik Bruto (PDB) negara yang dipimpin Presiden Ferdinand Marcos Jr alias Bongbong Marcos itu tumbuh 7,4% yoy.
Dengan begitu, Indonesia kembali tersalip. Pada periode yang sama, ekonomi Ibu Pertiwi 'cuma' tumbuh 5,44% yoy.
Meski begitu, masih ada hal yang bisa dibanggakan dari ekonomi Tanah Air. Kebanggaan itu hadir dari pasar valas. Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), kinerja mata uang Indonesia yaitu rupiah lebih baik ketimbang ringgit Malaysia dan peso Filipina.
Sejak akhir 2021 (year-to-date/ytd), rupiah memang masih melemah 3,51% di hadapan greenback. Namun depresiasi ringgit dan peso lebih dalam dari itu.
Dalam periode yang sama, ringgit anjlok 6,7%. Sementara peso ambles 8,63%.
Ada sejumlah faktor yang menopang keperkasaan rupiah. Satu, cadangan devisa Indonesia masih tebal.
Betul bahwa pada akhir Juli 2022 cadangan devisa Indonesia turun drastis US$ 4,2 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Meski demikian, cadangan devisa itu masih relatif tinggi. Setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Dibandingkan Malaysia dan Filipina, cadangan devisa Indonesia masih unggul. Cadangan devisa Malaysia dan Filipina pada Juli 2022 masing-masing ada di US$ 107 miliar dan US$ 98,8 miliar.
Kedua, tingginya harga komoditas membuat devisa hasil ekspor Indonesia melonjak. Maklum, Indonesia adalah eksportir utama sejumlah komoditas di pasar dunia, seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Secara ytd, harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) meroket 161,81% point-to-point.
Tingginya devisa hasil ekspor membuat transaksi berjalan (current account) Indonesia membukukan surplus. Pada kuartal I-2022, surplus transaksi berjalan berada di US$ 221 juta atau 0,07% dari PDB.
Transaksi berjalan adalah neraca yang menggambarkan ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari pos ini bersifat jangka panjang dibandingkan investasi portofolio di pasar keuangan alias hot money. Jadi, transaksi berjalan kerap dijadikan dasar atau fundamental kekuatan mata uang suatu negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)