Rupiah Makin Nanjak ke Level Rp 14.600/US$, Juara di Asia!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah berhasil menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hingga di pertengahan perdagangan Jumat (12/8/2022), meskipun indeks dolar AS kembali menguat di pasar spot.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terapresiasi pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,3% di Rp 14.720/US$. Kemudian, rupiah kembali menguat tajam 0,54% menjadi Rp 14.685/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Kini, rupiah diperdagangkan di level Rp 14.600/US$. Bahkan, di sepanjang pekan ini, Mata Uang Garuda telah menguat 1,38% terhadap si greenback.
Dari luar negeri, beberapa pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah kukuh pada pendirian bahwa mereka membutuhkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps), meskipun data inflasi AS melandai. Namun, inflasi AS masih dinilai cukup tinggi karena berada di 8,5% secara tahunan dan berada jauh di atas target Fed di 2%.
Teranyar, Presiden Fed San Francisco Mary Daly pada Kamis (11/8) mengatakan bahwa kenaikan suku bunga sebesar 50 bps pada September 'masuk akal' mengingat data ekonomi baru-baru ini yang termasuk inflasi menurun. Dia juga menambahkan bahwa tetap terbuka dengan kenaikan suku bunga yang lebih besar jika data ekonomi menunjukkan hal lain.
Setelah pernyataan tersebut, sentimen pasar global kembali bergejolak karena potensi kenaikan suku bunga acuan yang lebih besar dari 50 bps, masih mungkin terjadi meski inflasi melandai. Hal tersebut tercermin pada bursa saham AS yang ditutup cenderung melemah pada Kamis (11/8), hanya indeks Dow Jones yang berakhir di zona hijau.
Acuan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS juga melesat hingga mencapai level tertinggi lebih dari dua pekan pada Kamis (11/8). Yield obligasi tenor 10 tahun menyentuh 2,902%, tertinggi sejak 22 Juli 2022. Sementara yield obligasi tenor 2 tahun naik ke 3,229%.
Kombinasi memburuknya sentimen pasar dan naiknya yield obligasi, tentunya memberikan bahan bakar untuk laju dolar AS di pasar valas. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, terpantau kembali menguat tipis 0,09% ke posisi 105,18.
Padahal, pada Rabu (10/8), indeks dolar terkoreksi hebat hingga berada di level 104, turun dari level 106 pada awal pekan ini.
Secara year to date, indeks dolar AS masih naik 10% sejak The Fed menaikkan suku bunga pertama kalinya tahun ini pada Maret lalu.
Sementara Kepala Ekonom Capital Management Karim Basta menilai bahwa The Fed masih membutuhkan banyak bukti bahwa inflasi benar-benar turun.
Inflasi AS per Agustus dijadwalkan akan dirilis pada 13 September atau seminggu sebelum pertemuan The Fed di 21-22 September 2022, sehingga para pelaku pasar perlu mencermati rilis data tersebut.
Senada, Analis Mata Uang Commonwealth Bank of Australia mengatakan bahwa pasar telah menyadari bahwa The Fed memiliki banyak pekerjaan untuk dilakukan dan investor memilih untuk menambah tingkat dana hingga 4%.
"Menurut saya ada beberapa ruang bagi pasar untuk merevisi lebih tinggi lagi ekspektasi mereka terhadap suku bunga The Fed, sehingga membantu laju dolar AS," tambahnya dikutip Reuters.
Meskipun dolar AS sedang perkasa, mayoritas mata uang di Asia menguat. Rupiah kembali menempati juara pertama, disusul oleh yuan China.
Sementara, hanya ada tiga mata uang di Asia yang melemah terhadap dolar AS, yakni baht Thailand, yen Jepang, dan rupee India.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)