Perang Berlanjut, Ekonomi Jerman akan Kehilangan Rp 3.952 T

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
09 August 2022 18:45
UKRAINE-CRISIS/GERMANY-GAS
Foto: REUTERS/Maxim Shemetov

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Jerman diprediksi akan kehilangan nilai tambah lebih dari 260 miliar euro atau setara dengan dengan Rp 3.952,4 triliun pada tahun 2030 akibat perang yang terjadi antara Rusia-Ukraina yang menyebabkan lonjakan harga energi sehingga menimbulkan efek negatif bagi pasar tenaga kerja menurut penelitian sebuah Lembaga Penelitian Ketenagakerjaan (IAB) .

Jika dibandingkan dengan skenario ekspektasi Eropa berdamai, produk domestik bruto (PDB) Jerman yang disesuaikan dengan harga akan turun 1,7% tahun depan dan orang yang bekerja akan lebih sedikit sekitar 240.000.

Diketahui, Perekonomian Jerman dilaporkan mengalami stagnasi pada kuartal II/2022. Adapun secara tahunan (yoy), pertumbuhan PDB Jerman pada kuartal II/2022 tercatat sebesar 1,4% atau lebih rendah dari konsensus sebesar 1,7%.

Perlambatan di Jerman atau jantung manufakturnya, dapat menyeretnya ke arah sebaliknya. Sebagaimana diketahui, negara ini menyumbang sekitar seperempat dari produk domestik bruto (PDB) Uni Eropa.

Kebuntuan energi yang sedang berlangsung antara Eropa dan Rusia artinya bahwa resesi masih sangat mungkin terjadi. Jerman sendiri sangat rentan karena telah lama mengandalkan ekspor gas alam Moskow untuk memberi daya pada rumah dan industrinya.

Ekonomi Jerman sebelumnya diramalkan akan mengalami gangguan yang cukup banyak di tahun ini. Apalagi Rusia telah memotong pasokan gasnya kepada Berlin yang cukup bergantung pada Moskow.

Rusia sebenarnya mengatakan pemotongan ini akibat hal teknis dari pipa Nord Stream I. Namun Jerman bersama sekutu Eropanya tidak percaya dan mengatakan ini bagian dari pembalasan dendam Moskow atas sanksi Benua Biru akibat serangan negara itu ke Ukraina.

"Perang di Ukraina mengakhiri model bisnis ekonomi Jerman berdasarkan impor energi murah dan ekspor barang besar-besaran di dunia global," kata Carsten Brzeski, ekonom di bank ING.

Mengantisipasi yang terburuk, Jerman telah mengaktifkan fase kedua dari rencana gas darurat tiga tahap, membawanya selangkah lebih dekat ke penjatahan pasokan ke industri. Ini akan menjadi sebuah langkah yang memberikan pukulan besar bagi ekonominya dan seluruh Eropa.

Berdasarkan penelitian sebuah Lembaga Penelitian Ketenagakerjaan (IAB), tingkat pekerja diperkirakan tetap hingga tahun 2026. Ketika langkah-langkah ekspansi secara bertahap akan mulai lebih besar dari efek negatif maka berpotensi ada peningkatan pekerja pada tahun 2030 sebanyak 50.000.

Selain itu, yang paling terdampak adalah industri perhotelan yang telah terpukul oleh pandemi Covid-19 dan kemungkinan akan terdampak pada penurunan daya beli konsumen.

Sektor-sektor padat energi seperti industri kimia dan produksi logam juga sangat mungkin akan terpengaruh.

Menurut penelitian tersebut, jika harga energi terus melonjak 160% menjadi 2 kali lipat maka PDB Jerman pada 2023 akan turun 49% lebih rendah dibandingkan tanpa adanya perang. Dengan asumsi ini jumlah angkatan kerja yang dipekerjakan akan lebih sedikit 60.000 pekerja dibanding skenario tanpa perang tahun 2030.

Hingga Juli 2022 saja, tingkat pengangguran Jerman pada Juli meningkat lebih tinggi dari perkiraan. Kantor Tenaga Kerja Jerman melaporkan orang yang kehilangan pekerjaan meningkat sebesar 4,4%.

Menurut data awal dari Kantor Statistik Federal, saat ini penjualan ritel Jerman juga tercatat merosot 8,8% pada Juni dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Ini merupakan penurunan terbesar sejak 1994.

Data itu pun menunjukkan ekonomi Jerman berada di tempat yang suram. Melonjaknya inflasi telah membatasi daya beli masyarakat, sementara krisis energi yang mengancam akan membawa negara itu ke dalam resesi. Pekan lalu, data resmi menunjukkan negara itu mengalami stagnasi pada kuartal kedua.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular