
Awal Pekan Ini Investor Buru Lagi SBN, Yieldnya Menurun

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Senin (8/8/2022) awal pekan ini, di tengah cenderung melemahnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).
Mayoritas investor kembali ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN tenor 1, 3, dan 15 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun menguat 3,7 basis poin (bp) ke level 4,133%. Sedangkan yield SBN tenor 5 tahun menanjak 1,6 bp ke 4,531%, dan SBN berjangka waktu 15 tahun naik 0,5 bp ke posisi 7,019%
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali melandai 4,7 bp menjadi 7,096%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) juga cenderung melemah pada perdagangan pagi hari ini waktu setempat, setelah data pekerjaan yang kuat secara tak terduga meningkatkan kemungkinan kenaikan suku bunga agresif oleh bank sentral AS.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun melandai 2,8 bp ke posisi 3,22% pada hari ini pukul 07:20 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat pekan lalu di 3,248%.
Sedangkan untuk yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara AS juga menurun 4,4 bp ke 2,796% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di 2,84%.
Melandainya yield Treasury terjadi setelah data ketenagakerjaan yang dirilis pada Jumat pekan lalu menunjukkan bahwa pertumbuhan lapangan pekerjaan di AS melampaui ekspektasi di bulan Juli.
Departemen Tenaga Kerja AS mencatat ada sebanyak 528.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farming payroll/NFP) tercipta di AS pada bulan lalu. Angka ini lebih tinggi dari periode sebelumnya yakni Juni lalu yang sebesar 398.000.
Hal tersebut juga melampaui ekspektasi analis dalam poliing Dow Jones yang memprediksikan hanya 258.000 pekerjaan.
Sementara angka pengangguran turun tipis ke 3,5% dari 3,6%. Pertumbuhan upah juga meningkat 0,5% secara bulanan dan 5,2% secara tahunan. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa inflasi yang tinggi masih akan tetap menjadi masalah.
Laporan tersebut sangat penting karena dijadikan data masukan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelum memutuskan seberapa banyak kenaikan suku bunga pada pertemuan selanjutnya pada September.
Dengan masih positifnya data ketenagakerjaan AS pada bulan lalu, bukan tidak mungkin The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya secara agresif dalam beberapa bulan kedepan.
Beberapa analis memperkirakan The Fed akan mempertimbangkan kenaikan suku bunga 75 basis poin pada pertemuan mendatang demi mengekang inflasi agar dapat melandai.
Dengan ini, maka pelaku pasar cenderung memantau dengan cermat data inflasi AS yang akan dirilis pada akhir pekan ini untuk petunjuk lebih lanjut tentang jalur kenaikan suku bunga The Fed.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi