Ekonomi RI Tumbuh 5,44%, IHSG Sesi I Sempat Gonjang-ganjing
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat pada penutupan perdagangan sesi I Jumat (5/8/2022) pasca Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2022 tumbuh 5,44% secara tahunan atau year on year (yoy).
IHSG dibuka menguat 0,17% di posisi 7.068,04 dan ditutup di zona hijau dengan apresiasi 0,19% atau 13,22 poin ke 7.070,57 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 7,26 triliun dengan melibatkan lebih dari 13 miliar saham.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona hijau. Namun pukul 09:30 WIB IHSG terpantau berbalik arah ke zona merah. Kecenderungan yang terjadi IHSG bergerak cukup volatil, namun beberapa menit jelang penutupan, IHSG selalu ditarik ke zona hijau.
Level tertinggi berada di 7.088,82 sekitar pukul 09:15 WIB dan level terendah berada di 7.045,98 pada pukul 09:40 WIB. Mayoritas saham siang ini menguat yakni sebanyak 255 unit, sedangkan 244 unit lainnya melemah, dan 168 sisanya stagnan.
Pergerakan IHSG hari ini dipengaruhi oleh sentimen dalam negeri yang masih dominan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2022. Hasilnya sesuai ekspektasi, ekonomi Tanah Air tumbuh tinggi.
Secara tahunan atau year on year/yoy, ekonomi Indonesia tumbuh 5,44% dan dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq), ekonomi tumbuh 3,72%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ciamik ini sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022 adalah 3,5% qtq dan 5,17% yoy. Sementara konsensus versi Reuters menghasilkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi 3,44% qtq dan 5,17% yoy.
Sentimen berikutnya datang dari Amerika Serikat (AS) dan Australia. Pelaku pasar akan terus memantau pernyataan dari bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) terkait kebijakan moneter berikutnya dan data laporan pekerjaan di Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan konsensus yang dihimpunReuters, perekonomian Negeri Paman Sam pada Juli diperkirakan menciptakan 230.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farming payroll). Jauh lebih sedikit ketimbang bulan sebelumnya yakni 372.000. Jika terwujud, maka akan jadi yang terendah sejak Desember 2020.
Inflasi yang meninggi membuat The Fed agresik menaikan suku bunga demi meredam inflasi. Saat suku bunga tinggi, maka eskpansi rumah tangga dan dunia usaha akan tertahan, maka inilah membuat tekanan inflasi mereda.
Di sisi lain, kenaikan suku bunga bisa menjadi tidak kondusif bagi penciptaan lapangan kerja. Saat dunia usaha sulit melakukan ekspansi karena terbentur bunga mahal, maka penciptaan lapangan kerja tentu lebih terbatas.
Kondisi ketenagakerjaan Negeri Paman Sam yang memburuk ini bisa membuat bank sentral AS(Federal Reserve/The Fed) akan cenderung lebihdovish. Ke depan, bisa saja Ketua The Fed, Jerome Powell dan sejawat akan mengurangi agresivitas kenaikan suku bunga acuan.
Selain itu, investor juga perlu memperhatikan perkembangan geopolitik terbaru yakni perkembangan konflik di Taiwan, di mana latihan militer China semakin intensif dilakukan di sekitar Taiwan.
Kondisi ini memang patut dicermati, walau Wall Street memberikan harapan, tetapi jika gaduh di Taiwan terus berlanjut maka akan menjadi risiko bagi pasar keuangan
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)