Sentimen Asing Membaik, Rupiah Kok Batal Menguat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 02/08/2022 15:03 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (2/8/2022). Padahal, di awal perdagangan rupiah mampu menguat meski tidak besar.

Berdasarkan data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.855/US$, menguat 0,1% dibandingkan penutupan perdagangan awal pekan kemarin. Tetapi tidak lama rupiah malah berbalik melemah, dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.890/US$, melemah 0,13% di pasar spot. 

Inflasi di Indonesia masih terus menanjak, meski demikian Bank Indonesia (BI) masih enggan menaikkan suku bunga.


Gubernur BI, Perry Warjiyo, kembali menegaskan tidak perlu merespon kebijakan The Fed (bank sentral AS) dengan menaikkan suku bunga.

"Dasar utama kebijakan suku bunga didasarkan perkiraan inflasi inti ke depan dan keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian tak otomatis suku bunga banksentral negara lain naik, suku bunga BI juga naik," jelas Perry dalam konferensi pers, Senin (1/8/2022).

Perry mengatakan BI tak segan-segan mengeluarkan segenap jurus untuk stabilisasi nilai tukar rupiah yang tertekan akibat ketidakpastian global. Khususnya yang bersumber dari Amerika Serikat.

"BI gak segan-segan melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Melindungi ekonomi inflasi kita dari tekanan dolar global. Kita intervensi," tegasnya.

Intervensi yang dimaksud bisa dilangsungkan baik di pasar spot, surat berharga negara (SBN) maupun DNDF. Tentunya dengan tetap memperhatikan mekanisme pasar.

Sentimen terhadap rupiah sebenarnya membaik, yang membuatnya pada pekan lalu mampu mencatat penguatan tajam.

The Fed yang sangat agresif dalam menaikkan suku bunga membuat mata uang Asia terpuruk, dan mengalami aksi jual. Hal ini tersurat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters.

Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.

Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.

Survei tersebut dilakukan terhadap 9 mata uang utama Asia selain yen Jepang. Hasilnya, sejak Mei lalu, semua mata uang tersebut mengalami aksi jual (short), terlihat dari angka positif dari survei.

Meski demikian, hasil survei terbaru yang dirilis hari ini Kamis (28/7/2022) menunjukkan angka untuk rupiah 1,31, lebih baik dari dua pekan sebelumnya lalu 1,59. Hal ini menjadi indikasi sentimen terhadap rupiah mulai membaik.

Tidak hanya rupiah, mata uang lainnya juga membaik kecuali yuan China dan bath Thailand.

Survei tersebut dilakukan sebelum The Fed mengumumkan menaikkan suku bunga 75 basis poin menjadi menjadi 2,25-2,5%.

"Komite memutuskan untuk menaikkan kisaran target Federal Funds Rate menjadi 2,25-2,5%. Ke depan, kami mengantisipasi kenaikan lebih lanjut sebagai hal yang layak (appropriate)," sebut keterangan tertulis The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia pekan lalu.

Kebijakan sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar, bahkan sebelumnya sempat ada spekulasi kenaikan 100 basis poin.

Selain itu, ketua The Fed, Jerome Powell, yang mengindikasikan tidak akan lebih agresif. Artinya, ke depannya kemungkinan tidak akan ada kenaikan 100 basis poin. Hal ini membuat indeks dolar AS terus merosot, dan berpeluang semakin mengurangi posisi short mata uang Asia, termasuk rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS