Ini Penyebab IHSG Sesi I Berakhir Merah & Drop 0,51%
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada penutupan perdagangan sesi I Selasa (2/8/2022) pasca Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022 yang semakin meninggi.
IHSG dibuka menguat di posisi 6.988,34 dan ditutup di zona merah dengan koreksi 0,51% atau 35,78 poin ke 6.933 pada penutupan perdagangan sesi I pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 7,1 triliun dengan melibatkan lebih dari 15 miliar saham.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sempat dibuka menguat. Hanya saja tak lama setelah itu IHSG cenderung berbalik arah ke zona merah. Namun pada 09.10 WIB, IHSG melemah 0,33% di 6.948,67 dan konsisten berada di zona merah hingga penutupan perdagangan sesi I.
Level tertinggi berada di 6.991,39 sesaat setelah perdagangan dibuka dan level terendah berada di 6.923,64 sesaat sebelum penutupan perdagangan. Mayoritas saham siang ini melemah yakni sebanyak 336 unit, sedangkan 158 unit lainnya melemah, dan 162 sisanya stagnan.
Sentimen penggerak IHSG siang ini masih terkait inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi di bulan Juli 2022 meningkat 4,94% secara tahunan atau lebih tinggi dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia di 4,83%.
Laju inflasi aktual bulan Juli menjadi yang tertinggi sejak bulan Oktober 2015. Kendati inflasi umum naik ke level tertinggi dalam lebih dari 6 tahun terakhir, tetapi inflasi inti masih terjaga.
Mengacu pada laporan BPS, inflasi inti juga meningkat 2,86% secara tahunan padahal sebelumnya hanya 2,63%.
Laju inflasi yang semakin cepat ini perlu diwaspadai. Sebab, inflasi menjadi salah satu pertimbangan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menentukan suku bunga acuan.
Apabila inflasi semakin tinggi, apalagi inflasi inti, maka BI tidak akan segan untuk menaikkan suku bunga acuan seperti bank sentral di berbagai negara. Ketika rezim suku bunga rendah resmi berakhir, maka akan ada risiko pertumbuhan ekonomi bakal melambat.
Di sisi lain aktivitas sektor manufaktur RI juga masih ekspansif meski diwarnai dengan gejolak yang terjadi pada perekonomian global.
Indeks PMI manufaktur Indonesia berada di posisi 51,3 pada Juli 2022, atau naik 1,1 poin dari bulan sebelumnya di 50,3.
Kinerja ekonomi domestik yang masih solid sejauh ini menjadi katalis positif untuk aset berisiko seperti saham.
Pada pekan ini, investor juga menanti rilis data pertumbuhan ekonomi untuk kuartal II-2022. Setelah mengalami ekspansi di kuartal pertama dengan pertumbuhan 5,01%, pelaku pasar masih memperkirakan ekonomi Indonesia di kuartal II-2022 bisa tumbuh ekspansif di laju 5,13%.
Namun kekhawatiran akan perlambatan bahkan resesi ekonomi global tampaknya masih menjadi sentimen penggerak pasar.
Tidak hanya di AS, perekonomian China juga bermasalah. PMI manufaktur China versi Caixin pada Juli 2022 berada di 50,4. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,7.
Menurut versi Biro Statistik Nasional (NBS), PMI China lebih rendah lagi yaitu 49 pada Juli 2022. PMI di bawah 50 menandakan dunia usaha sedang mengalami kontraksi, tidak ada ekspansi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)