
Indeks Dolar AS Jeblok, Rupiah Kembali ke Jalur Penguatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks dolar Amerika Serikat (AS) semakin merosot menjauhi rekor tertinggi dalam lebih dari 20 tahun terakhir. Alhasil, rupiah mampu menguat di awal perdagangan Selasa (2/8/2022) setelah melemah di awal pekan kemarin.
Melansir data Refintiv, begitu perdagangan dibuka rupiah menguat 0,1% ke Rp 14.855/US$ di pasar spot.
Tanda-tanda rupiah akan menguat sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang posisinya lebih kuat pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan Senin kemarin.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Periode | Kurs Senin (1/8) pukul 15:21 WIB | Kurs Selasa ((2/8) pukul 8:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.848,5 | Rp14.825,1 |
1 Bulan | Rp14.856,0 | Rp14.860,0 |
2 Bulan | Rp14.875,0 | Rp14.881,0 |
3 Bulan | Rp14.899,0 | Rp14.910,5 |
6 Bulan | Rp14.964,8 | Rp14.969,2 |
9 Bulan | Rp15.027,4 | Rp15.021,8 |
1 Tahun | Rp15.094,0 | Rp15.098,1 |
2 Tahun | Rp15.590,5 | Rp15.490,0 |
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Senin kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini merosot 0,5% ke 105,376 yang merupakan level terendah dalam satu bulan terakhir.
The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia pekan lalu kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 2,25% - 2,5%. Namun, ketua The Fed, Jerome Powell, yang memberikan indikasi tidak akan lebih agresif, artinya kemungkinan tidak akan ada kenaikan sebesar 100 basis poin. Hal tersebut membuat indeks dolar AS terus merosot, pagi ini berada di kisaran 105,17, turun 0,26%.
Dibandingkan rekor tertinggi 20 tahun 109,29 yang dicapai pada 14 Juli lalu, indeks dolar AS sudah merosot 3,8%.
Sementara itu dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, kembali menegaskan tidak perlu merespon kebijakan The Fed dengan menaikkan suku bunga.
"Dasar utama kebijakan suku bunga didasarkan perkiraan inflasi inti ke depan dan keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian tak otomatis suku bunga bank sentral negara lain naik, suku bunga BI juga naik," jelas Perry dalam konferensi pers, Senin (1/8/2022).
Perry mengatakan BI tak segan-segan mengeluarkan segenap jurus untuk stabilisasi nilai tukar rupiah yang tertekan akibat ketidakpastian global. Khususnya yang bersumber dari Amerika Serikat.
"BI gak segan-segan melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Melindungi ekonomi inflasi kita dari tekanan dolar global. Kita intervensi," tegasnya.
Intervensi yang dimaksud bisa dilangsungkan baik di pasar spot, surat berharga negara (SBN) maupun DNDF. Tentunya dengan tetap memperhatikan mekanisme pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
