Awal Agustus, Harga SBN Menguat Meski Inflasi Makin Panas

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
01 August 2022 19:14
Sun, Ilustrasi Oligasi
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kompak ditutup menguat pada perdagangan Senin (1/8/2022) awal pekan ini, meski inflasi di dalam negeri sudah mulai meninggi.

Seluruh investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) seluruh tenor SBN.

Melansir data dari Refinitiv, SBN bertenor 3 dan 5 tahun mengalami penurunan yield yang signifikan pada hari ini yakni hingga 18 basis poin (bp), menjadi masing-masing 4,602% dan 6,441%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara melemah 7,1 bp ke posisi 7,126% pada hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Sudah enam hari beruntun investor memburu SBN, setelah beberapa pekan terakhir investor melepasnya akibat sikap agresif bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menaikkan suku bunga acuannya demi menjinakkan inflasi di AS.

Investor yang kembali memburu SBN dapat diartikan bahwa mereka cenderung khawatir dengan kondisi global, sehingga mereka cenderung memburu aset safe haven, meski di dalam negeri, inflasi sudah mulai meninggi.

Pada hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi, inflasi semakin tinggi.

Kepala BPS, Margo Yuwono melaporkan laju inflasi domestik bulan lalu adalah 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih tinggi dibandingkan Juni 2022 yang sebesar 0,61%.

Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.

Laju inflasi yang semakin cepat ini perlu diwaspadai. Sebab, inflasi menjadi salah satu pertimbangan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menentukan suku bunga acuan.

Apabila inflasi semakin tinggi, apalagi inflasi inti, maka BI tidak akan segan untuk menaikkan suku bunga acuan seperti bank sentral di berbagai negara. Ketika era suku bunga rendah resmi berakhir, maka akan ada risiko pertumbuhan ekonomi bakal melambat.

Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung menguat pada perdagangan pertama di Agustus 2022, karena investor terus menilai prospek resesi ekonomi di AS.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun naik 1,4 bp ke posisi 2,911% pada hari ini pukul 07:06 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat pekan lalu di 2,897%.

Sedangkan untuk yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara AS juga menguat 1,9 bp ke 2,67% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan akhir pekan lalu di 2,642%.

Inversi kurva yield antara Treasury tenor 2 tahun dengan 10 tahun hingga kini masih terjadi, di mana hal ini menjadi situasi yang sering ditafsirkan sebagai tanda resesi yang akan datang.

Investor di AS akan berfokus pada rilis data pekerjaan di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) dari US Bureau of Labor Statistics yang akan menunjukkan sinyal tentang seberapa ketat pasar tenaga kerja di Negeri Paman Sam.

Sepanjang tahun ini, pertumbuhan lapangan kerja yang masih solid telah mendorong para ekonom untuk mengatakan bahwa Negeri Paman Sam saat ini tidak berada dalam resesi, bahkan dengan kontraksi PDB selama dua kuartal beruntun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular