
Inflasi Nyaris Samai Kenaikan UMP Jakarta, RI Bakal Resesi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren kenaikan inflasi di Indonesia masih terus berlanjut, bahkan kini mendekati kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022.
Seperti diketahui pada akhir tahun lalu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menetapkan UMP DKI Jakarta 2022 naik sebesar 5,1% dari 2021 menjadi Rp 4.641.854.
Meski kini Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi tersebut dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Anies sedang mengajukan banding.
Kenaikan UMP di DKI Jakarta tersebut terbilang cukup tinggi, dan inflasi kini hampir menyamainya.
Senin kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi, inflasi semakin tinggi, nyaris mencapai 5%.
Tingginya inflasi tersebut membuat rupiah kemarin melemah 0,27% ke Rp 14.870/US$. Sebab, meski inflasi terus menanjak, Bank Indonesia (BI) masih enggan menaikkan suku bunga. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga kesulitan bertahan di atas 7.000.
Kepala BPS Margo Yuwono melaporkan laju inflasi domestik bulan lalu adalah 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).Lebih tinggi dibandingkan Juni 2022 yang sebesar 0,61%.
Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015. Inflasi tahun kalender (Januari - Juli 2022) tercatat 3,85%.
Inflasi inti juga tercatat naik menjadi 2,68% (yoy) lebih tinggi dari sebelumnya 2,63% (yoy).
"Terkait perkembangan harga komoditas global, indeks harga komoditas global terlihat sejak Februari sampai Juni baik itu energi, makanan, pupuk, menunjukkan adanya peningkatan. Demikian pula harga pangan, sejak semester I-2022 trennya cenderung mengalami peningkatan," kata Margo.
Dari dalam negeri, perkembangan curah hujan di beberapa daerah penghasil cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah dikategorikan tinggi. Ini akan mempengaruhi produksi.
Inflasi bahan makanan tersebut, yang termasuk dalam kelompok volatile tercatat melesat 10,88% (yoy), tertinggi sejak 2014. Sepanjang tahun berjalan kenaikannya mencapai 8,83%, yang tentunya menggerus daya beli masyarakat.
Pemerintah, lanjut Margo, juga menyesuaikan harga energi. Pertamax Turbo naik 12%, Dexlite naik 16%, Pertamina Dex naik sekitar 20%, gas Elpiji juga naik 14%. Tarif listrik per 1 Juli 2022 ada kenaikan untuk golongan 3.500 VA.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi periode Juli 2022 sebesar 0,53% mtm.Sementara inflasi tahunan diperkirakan 4,89%.
Dengan inflasi yang semakin tinggi, kenaikan UMP yang diterima masyarakat tentunya menjadi tidak berarti. Apalagi jika sampai lebih tinggi dari kenaikan UMP, daya beli masyarakat artinya akan tergerus.
Itu jika dibandingkan dengan kenaikan UMP DKI. Dibandingkan dengan kenaikan UMP nasional, inflasi kini sudah jauh lebih tinggi.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan sudah memberi pernyataan bahwa rata-rata kenaikan upah minimum provinsi (UMP) adalah sebesar 1,09%. Nilai tersebut tidak mutlak, melainkan rata-rata dari seluruh provinsi di Indonesia. Sehingga bisa jadi ada yang lebih besar, namun ada juga yang lebih kecil.
Artinya, inflasi sudah jauh lebih tinggi, dan daya beli masyarakat sudah tergerus. Hal ini bisa menjadi masalah bagi perekonomian, sebab konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran.
Berdasarkan data dari BPS, sepanjang 2021 kontribusinya lebih dari 54%. Ketika konsumsi masyarakat tergerus akibat tingginya inflasi, maka pertumbuhan ekonomi juga berisiko terhambat.
Meski demikian tidak seperti negara-negara Barat, Indonesia masih jauh dari resesi. Sebab, pada kuartal I-2022 ketika perekonomian masih tumbuh 5,01%, dengan konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 53,65%.
Data PDB kuartal II-2022 akan dirilis pada Jumat (5/1/2022). Hasil polling Reuters menunjukkan PDB diperkirakan tumbuh 5,13% (yoy) lebih tinggi dari kuartal I-2022. Jika terealisasi, atau bahkan lebih tinggi, artinya inflasi belum memberikan dampak yang besar bagi konsumsi rumah tangga pada periode April - Juni. Saat itu, Momentum Ramadan-Idul Fitri menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi tahun ini sudah lebih longgar, mudik sudah diperbolehkan sehingga aktivitas ekonomi bergeliat hingga ke pelosok daerah.
Namun, bukan berarti ke depannya perekonomian masih aman-aman saja, apalagi jika inflasi terus menanjak, tantangan tentunya akan semakin berat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI: Inflasi RI Tetap Aman di 2024, Sesuai Target 1,5%-3,5%