Bursa Asia Lesu, IHSG Patut Diwaspadai Nih!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 01/08/2022 08:52 WIB
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Senin (1/8/2022). Pergerakan ini muncul jelang rilis data aktivitas manufaktur China versi Caixin pada hari ini.

Hanya indeks Nikkei Jepang dan ASX 200 Australia yang dibuka naik tipis pada hari ini. Nikkei dibuka naik tipis 0,05% dan ASX 200 menguat 0,11%.

Sedangkan sisanya dibuka di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka merosot 0,86%, Shanghai Composite China melemah 0,34%, Straits Times Singapura dan KOSPI Korea Selatan secara bersamaan terkoreksi 0,28%.


Dari China, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi Caixin pada periode Juli 2022 akan dirilis pada hari ini pukul 09:45 waktu setempat.

Pasar memperkirakan PMI manufaktur Caixin pada Juli lalu akan sedikit menurun menjadi 51,5, dari sebelumnya di angka 51,7 pada Juni lalu.

Sebelumnya pada Minggu kemarin, data PMI manufaktur resmi yakni data dari NBS menunjukkan bahwa manufaktur Negeri Panda kembali berkontraksi ke angka 49, dari sebelumnya pada Juni lalu di angka 50,2.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam terjadi masih cerahnya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 0,97% ke posisi 32.845,129, S&P 500 melonjak 1,42% ke 4.130,29, dan Nasdaq Composite melejit 1,88% menjadi 12.390,69.

Padahal bulan lalu, ada rapat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang memutuskan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin (bp).

Sepanjang tahun ini, Ketua The Fed, Jerome 'Jay' Powell sudah menaikkan Federal Funds Rate (FFR) sebanyak 225 bp dan kemungkinan besar masih berlanjut.

Era suku bunga tinggi adalah musuh bagi pasar saham. Sebab, biaya ekspansi emiten menjadi lebih mahal sehingga dapat menggerus laba. Investor pun sulit berharap dividen tinggi.

Namun, pelaku pasar di New York kini sampai kepada pemahaman bahwa ada peluang The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Memang masih akan naik, tetapi tidak sampai, misalnya, 100 bp dalam sekali rapat.

Ini karena The Fed tentu mempertimbangkan faktor pertumbuhan ekonomi. Jika suku bunga naik terlampau tinggi, maka pertumbuhan ekonomi AS akan semakin terancam.

US Bureau of Economic Analysis melaporkan pembacaan awal terhadap ekonomi Negeri Paman Sam menunjukkan adanya kontraksi alias pertumbuhan negatif negatif 0,9% pada kuartal II-2022 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Pada kuartal I-2022, Produk Domestik Bruto (PDB) AS juga terkontraksi 1,6% (qtq).

Saat ekonomi suatu negara mengalami kontraksi kuartalan dalam dua kuartal beruntun, itu disebut dengan resesi teknikal. So, Negeri Adikuasa kini sudah resmi masuk ke 'jurang' resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel