'Perang Gas' Putin Bakal Bikin Batu Bara To The Moon!

Maesaroh, CNBC Indonesia
01 August 2022 07:34
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara masih menguat 1,6% pekan lalu meskipun jatuh pada tiga hari perdagangan beruntun. Harga pasir hitam diperkirakan masih akan tinggi pada pekan ini karena ketidakpastian pasokan gas di Eropa.

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (29/7/2022), harga batu kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 405,5 per ton. Harga batu bara jatuh 3,12% dibandingkan hari sebelumnya. Kendati menurun, harga batu bara masih berada di level psikologis US$ 400 per ton

Melandainya harga batu bara pada Jumat pekan lalu memperpanjang tren negatif yag sudah berlangsung sejak Rabu.

Kendati demikian, harga batu bara masih naik 1,62% dalam sepekan secara point to point. Kenaikan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada pekan sebelumnya yang mencapai 4,88%.

Dalam sebulan, harga batu bara juga melambung 12,6% sementara dalam setahun masih melesat 166,1%.




Harga batu bara diperkirakan masih akan tinggi pada pekan ini, terutama karena ketidakpastian pasokan gas di Eropa serta kemungkinan kenaikan impor dari China.
 Seperti diketahui, akhir pekan lalu, perusahaan raksasa Rusia, Gazprom, memutuskan untuk menghentikan pasokan gas ke Latvia dengan alasan "kondisi yang tidak memungkinkan".

Keputusan tersebut semakin mempersulit persoalan gas di Eropa. Gazprom sebelumnya juga telah menghentikan kesepakatan terkait pasokan gas dengan perusahaan Denmark Orsted, Shell Energy, dan beberapa perusahaan energi dari Belanda, Polandia, Bulgaria, dan Finlandia,

Gazprom juga telah memangkas pasokan gas ke Eropa melalui jaringan pipa Nord Stream hanya menjadi 20% dari total kapasitas sejak pekan lalu. Kondisi ini membuat upaya negara-negara Eropa untuk mempercepat pengisian gas demi menjaga pasokan selama musim dingin akan terganggu.

Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner, Minggu (31/7/2022), mengatakan mereka telah bersiap menghentikan produksi listrik dengan sumber tenaga gas.

"Kita harus bekerja dan bersiap untuk menghindari krisis listrik yang disebabkan oleh krisis gas," tutur Lindner, seperti dikutip dari Deutsche Welle.

Untuk menjaga pasokan listrik, Jerman tengah mempertimbangkan untuk mengaktifkan reaktor nuklirnya. Jerman juga sudah memberi lampu hijau untuk pengoperasian kembali 10 pembangkit listrik batu bara mereka yang selama ini terbengkalai. Mereka juga akan memperpanjang operasional 11 pembangkit listrik batu bara yang seharusnya pensiun pada November mendatang.

Sementara itu, impor China dari Australia diperkirakan akan meningkat setelah kedua negara kembali rujuk. Beijing menghentikan impor batu bara secara bertahap dari Australia sejak akhir 2020 setelah kedua negara bersitegang.

Jika China kembali mengimpor batu bara dari Australia dalam jumlah besar maka persaingan untuk mendapatkan batu bara metalurgi menjadi semakin ketat sehingga harga pun akan merangkak naik.

Robin Giffin, Wakil Predisen Mackenzie, mengatakan faktor lain yang akan mengerek harga batu bara adalah perubahan rute ekspor-impor. Eropa diperkirakan akan melarang impor batu bara dari Rusia pada 10 Agustus mendatang. Mereka akan mencari pemasok baru dari Australia, Asia, hingga Amerika Serikat. Sebaliknya, China dan India kemungkinan akan memperbesar impor dari Rusia untuk memanfaatkan diskon harga.

"Pengiriman batu bara akan lebih jauh dan tidak efisien sehingga ongkos akan semakin mahal. Harga pun akan naik dibandingkan biasanya," tutur Griffin, seperti dikuto dari Nikkei Asia.

Namun, sejumlah faktor juga bisa menghambat laju harga batu bara pada pekan ini, mulai dari kembali melimpahnya pasokan dari Australia serta semakin mengendurnya ketegangan perang Rusia-Ukraina.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waduh! Harga Batu Bara Anjlok ke Level Sebelum Perang Ukraina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular