Bitcoin Bakal Drop Ke US$ 1.100, Benarkah?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
28 July 2022 12:45
Ilustrasi Bitcoin
Foto: Ilustrasi Bitcoin (Photo by André François McKenzie on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bitcoin berhasil berbalik arah (rebound) ke zona hijau dan melesat ke kisaran harga US$ 22.000 pada perdagangan Kamis (28/7/2022). Posisi ini lebih baik setelah sempat bertahan di kisaran US$ 21.000 pada perdagangan kemarin.

Berdasarkan data dari CoinMarketCap pada hari ini pukul 11:00 WIB, Bitcoin terpantau melejit 9,77% ke posisi harga US$ 23.138,13 per BTC atau sekitar Rp 344.758.137 per BTC (asumsi kurs Rp 14.900/US$).

Dalam sepekan terakhir, Bitcoin tercatat melesat 1,52% dan dalam sebulan terakhir Bitcoin melonjak 11,72%. Tetapi sepanjang tahun ini, Bitcoin masih ambles hingga 51,48%. Adapun kapitalisasi pasar Bitcoin saat ini mencapai US$ 442,1 miliar.

Investor kripto cenderung optimis pada hari ini meski bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikan suku bunga acuannya dini hari tadi waktu Indonesia.

The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 2,25% hingga 2,5%.

Hal ini sesuai dengan prediksi beberapa pelaku pasar yang memperkirakan bank sentral Negeri Paman Sam tersebut akan menaikan suku bunganya sebesar 75 bp pada bulan ini

Sebelumnya, investor di AS masih khawatir bahwa upaya berkelanjutan The Fed untuk menurunkan inflasi dapat mendorong ekonomi ke jurang resesi, atau bahkan mungkin sudah berada dalam resesi.

Namun, kekhawatiran itu mereda setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan dia tidak berpikir AS saat ini dalam resesi, menambahkan bahwa "ada terlalu banyak area ekonomi yang memiliki kinerja sangat baik." The Fed mengisyaratkan bahwa ke depannya laju kenaikannya suku bunga dapat melambat.

"Keputusan neraca kami dipandu oleh pekerjaan maksimum dan tujuan stabilitas harga kami. Dalam hal itu, kami akan siap untuk menyesuaikan setiap detail pendekatan kami sehubungan dengan perkembangan ekonomi dan keuangan," kata Powell.

Pada akhirnya, The Fed memiliki tujuan untuk menstabilkan harga dan membuat lapangan kerja maksimum. Tetapi, The Fed juga harus menentukan kecepatan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Meski pada hari ini cenderung cerah, tetapi beberapa pengamat menilai bahwa cerahnya Bitcoin masih bersifat sementara, karena investor cenderung masih berinvestasi dalam jangka pendek.

Beberapa pengamat tersebut menilai bahwa Bitcoin masih akan diperdagangkan di rentang harga US$ 19.000-US$ 23.000. Di lain sisi, mereka juga memprediksi bahwa volatilitas Bitcoin masih cenderung tinggi, selama kondisi makroekonomi global masih belum pulih.

Seperti yang diutarakan oleh seorang analis teknikal yakni Tone Vays yang memprediksi bahwa Bitcoin akan terkoreksi hingga menyentuh sekitar US$ 14.500.

Tone Vays menyampaikan hal ini dalam kanal Youtube miliknya pada awal bulan ini. Dalam kesempatan itu, ia juga mewanti-wanti, potensi Bitcoin yang gagal bertahan di atas US$ 20 ribu masih cukup besar hingga bisa saja terus longsor di bawah US$ 15.000.

"Pada time frame mingguan, candlestick Bitcoin merah lagi. Ini bisa ditutup pada posisi terendah, kecuali memang ada aksi beli besar-besaran. Menurut saya ini adalah bearish, termasuk pada time frame 4 hari," kata Vays pada awal bulan lalu.

Sementara, melansir dari Blockchain Media, menurut Vays, Bitcoin pada time frame harian berada di ambang menembus support di US$ 19.000, yang ia catat dapat memicu aksi sell-off lainnya.

Namun, tak sedikit pengamat kripto yang masih cenderung bullish. Mereka masih memperkirakan bahwa Bitcoin akan kembali pulih pada kuartal III-2022 dan kuartal IV-2022.

Seperti yang diutarakan oleh Ian Balina, seorang investor Bitcoin sekaligus pendiri perusahaan penelitian kripto dan perusahaan media kripto yakni Token Metrics.

Dia memprediksi bahwa Bitcoin bisa mencapai kisaran US$ 100.000-US$ 150.000, tetapi waktu terjadinya belum dia dapat prediksi.

Balina beralasan bahwa Bitcoin berada memang dalam siklus bearish, tetapi total pasar kripto dan kelas aset kripto lainnya tidak.

Dia juga beranggapan bahwa Bitcoin adalah mata uang kripto pertama, tetapi sekarang yang lain telah melampauinya dalam hal inovasi dalam hal apa yang oleh para ahli disebut "Web 3".

Hingga saat ini, pengamat kripto yang cenderung bearish memperkirakan Bitcoin akan terkoreksi setidaknya hingga belasan ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau bahkan menyentuh hingga kisaran US$ 10.000 per BTC.

Tetapi ada salah satu investor yang 'berani' memprediksi bahwa Bitcoin dapat melemah parah hingga menyentuh US$ 1.100 per BTC.

Adapun investor tersebut yakni Robert Kiyosaki, yang juga merupakan penulis buku terlaris berjudul 'Rich Dad Poor Dad'. Tidak kali ini saja, Kiyosaki sering kali membuat heboh di dunia kripto.

Bahkan, Kiyosaki pernah memprediksi bahwa fenomena Great Depression bakal terjadi kembali. Pada Sabtu akhir pekan lalu, Kiyosaki memperingatkan bahwa inflasi saat ini dapat menyebabkan depresi yang lebih besar.

Great Depression adalah sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada tahun 1929 dan berlangsung cukup lama yakni hingga sekitar 10 tahun. Peristiwa ini terjadi ditandai dengan menurunnya tingkat ekonomi yang terjadi secara dramatis di seluruh dunia.

Menurutnya, depresi besar ini pertama-tama akan menerjang bisnis real estate dan itu telah terlihat dari kenaikan penyitaan hingga 700% dari tahun lalu di AS.

"Peringatan: Inflasi dapat menyebabkan Depresi yang Lebih Besar," tulis Robert Kiyosaki dalam tweet-nya seperti dikutip dari Bitcon.com.

Robert Kiyosaki

Dalam tweet lain, Kiyosaki memperingatkan bahwa pasar saham dan pasar obligasi akan jatuh, menekankan bahwa depresi dan kerusuhan sipil akan datang.

Tidak lama kemudian, Kiyosaki mengatakan sedang dalam posisi tunai menunggu untuk membeli real estate dan Bitcoin, sebab harga aset-aset tersebut sedang jatuh.

Bahkan, Kiyosaki telah menunggu Bitcoin turun sebelum membeli lebih banyak. Pada bulan lalu, Kiyosaki mengungkapkan bahwa dia sedang menunggu harga Bitcoin untuk menguji US$ 1.100. Jika Bitcoin benar-benar menyentuh level tersebut, maka dia akan membeli lebih banyak.

Robert Kiyosaki

 

Dia juga mengatakan bahwa begitu dia tahu bahwa bagian bawahnya sudah masuk, dia akan mendukungnya, sekaligus mencatat bahwa kejatuhan kripto adalah waktu terbaik untuk menjadi orang kaya. Tak hanya Bitcoin saja, dia juga menyarankan kepada investor untuk membeli Ethereum dan Solana.

Kiyosaki merupakan penulis buku yang cukup terkenal dengan judul Rich Dad Poor Dad. Buku ini ditulis pada tahun 1997 bersama Sharon Lechter. Buku ini pun sukses terjual di pasaran dan sempat meraih penghargaan sebagai 'New York Times Best Seller' selama lebih dari enam tahun.

Lebih dari 32 juta eksemplar buku tersebut telah terjual dalam lebih dari 51 bahasa dan tersedia di lebih dari 109 negara.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Binance Digugat CFTC, Bitcoin Cs Berguguran?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular