Bitcoin Bakal Drop Ke US$ 1.100, Benarkah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bitcoin berhasil berbalik arah (rebound) ke zona hijau dan melesat ke kisaran harga US$ 22.000 pada perdagangan Kamis (28/7/2022). Posisi ini lebih baik setelah sempat bertahan di kisaran US$ 21.000 pada perdagangan kemarin.
Berdasarkan data dari CoinMarketCap pada hari ini pukul 11:00 WIB, Bitcoin terpantau melejit 9,77% ke posisi harga US$ 23.138,13 per BTC atau sekitar Rp 344.758.137 per BTC (asumsi kurs Rp 14.900/US$).
Dalam sepekan terakhir, Bitcoin tercatat melesat 1,52% dan dalam sebulan terakhir Bitcoin melonjak 11,72%. Tetapi sepanjang tahun ini, Bitcoin masih ambles hingga 51,48%. Adapun kapitalisasi pasar Bitcoin saat ini mencapai US$ 442,1 miliar.
Investor kripto cenderung optimis pada hari ini meski bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikan suku bunga acuannya dini hari tadi waktu Indonesia.
The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 2,25% hingga 2,5%.
Hal ini sesuai dengan prediksi beberapa pelaku pasar yang memperkirakan bank sentral Negeri Paman Sam tersebut akan menaikan suku bunganya sebesar 75 bp pada bulan ini
Sebelumnya, investor di AS masih khawatir bahwa upaya berkelanjutan The Fed untuk menurunkan inflasi dapat mendorong ekonomi ke jurang resesi, atau bahkan mungkin sudah berada dalam resesi.
Namun, kekhawatiran itu mereda setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan dia tidak berpikir AS saat ini dalam resesi, menambahkan bahwa "ada terlalu banyak area ekonomi yang memiliki kinerja sangat baik." The Fed mengisyaratkan bahwa ke depannya laju kenaikannya suku bunga dapat melambat.
"Keputusan neraca kami dipandu oleh pekerjaan maksimum dan tujuan stabilitas harga kami. Dalam hal itu, kami akan siap untuk menyesuaikan setiap detail pendekatan kami sehubungan dengan perkembangan ekonomi dan keuangan," kata Powell.
Pada akhirnya, The Fed memiliki tujuan untuk menstabilkan harga dan membuat lapangan kerja maksimum. Tetapi, The Fed juga harus menentukan kecepatan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Meski pada hari ini cenderung cerah, tetapi beberapa pengamat menilai bahwa cerahnya Bitcoin masih bersifat sementara, karena investor cenderung masih berinvestasi dalam jangka pendek.
Beberapa pengamat tersebut menilai bahwa Bitcoin masih akan diperdagangkan di rentang harga US$ 19.000-US$ 23.000. Di lain sisi, mereka juga memprediksi bahwa volatilitas Bitcoin masih cenderung tinggi, selama kondisi makroekonomi global masih belum pulih.
Seperti yang diutarakan oleh seorang analis teknikal yakni Tone Vays yang memprediksi bahwa Bitcoin akan terkoreksi hingga menyentuh sekitar US$ 14.500.
Tone Vays menyampaikan hal ini dalam kanal Youtube miliknya pada awal bulan ini. Dalam kesempatan itu, ia juga mewanti-wanti, potensi Bitcoin yang gagal bertahan di atas US$ 20 ribu masih cukup besar hingga bisa saja terus longsor di bawah US$ 15.000.
"Pada time frame mingguan, candlestick Bitcoin merah lagi. Ini bisa ditutup pada posisi terendah, kecuali memang ada aksi beli besar-besaran. Menurut saya ini adalah bearish, termasuk pada time frame 4 hari," kata Vays pada awal bulan lalu.
Sementara, melansir dari Blockchain Media, menurut Vays, Bitcoin pada time frame harian berada di ambang menembus support di US$ 19.000, yang ia catat dapat memicu aksi sell-off lainnya.
Namun, tak sedikit pengamat kripto yang masih cenderung bullish. Mereka masih memperkirakan bahwa Bitcoin akan kembali pulih pada kuartal III-2022 dan kuartal IV-2022.
Seperti yang diutarakan oleh Ian Balina, seorang investor Bitcoin sekaligus pendiri perusahaan penelitian kripto dan perusahaan media kripto yakni Token Metrics.
Dia memprediksi bahwa Bitcoin bisa mencapai kisaran US$ 100.000-US$ 150.000, tetapi waktu terjadinya belum dia dapat prediksi.
Balina beralasan bahwa Bitcoin berada memang dalam siklus bearish, tetapi total pasar kripto dan kelas aset kripto lainnya tidak.
Dia juga beranggapan bahwa Bitcoin adalah mata uang kripto pertama, tetapi sekarang yang lain telah melampauinya dalam hal inovasi dalam hal apa yang oleh para ahli disebut "Web 3".
(chd)