Suku Bunga AS Naik 75 Bps, Asing Kabur Lagi dari RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuan mereka sebesar 75 bps. Keputusan The Fed dikhawatirkan akan membuat investor asing semakin meninggalkan pasar keuangan Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan sudah mewanti-wanti mengenai banyaknya arus modal asing keluar (capital outflow) sebagai dampak kenaikan suku bunga acuan di tingkat global, terutama The Fed Fund Rate (FFR).
Sebagai catatan, dengan kenaikan The Fed sebesar 75 bps pada hari ini maka FFR kini ada di kisaran 2,25% hingga 2,5%.
"Outflow tak terhindarkan dengan suku bunga acuan melonjak oleh bank sentral dan menyebabkan dan memicu outflow di seluruh dunia,"," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (27/7/2022).
Berdasarkan data Bank Indonesia menurut setelmen hingga 21 Juli 2022, aksi jual investor asing menembus Rp 138,60 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Kepemilikan asing dalam SBN juga sudah menurun drastis dari 38,5% pada 2019 menjadi hanya 15,39% pada 20 Juli.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengingatkan kenaikan kembali suku bunga acuan The Fed bisa membebani kinerja sektor eksternal di pasar keuangan Indonesia, terutama pada aliran modal.
Seperti diketahui, jika investor terus kabur dari pasar keuangan Indonesia maka rupiah akan melemah dan yield SBN akan meningkat. BI biasanya akan turun tangan dengan melakukan stabilisasi nilai tukar. Dampak lanjutannya adalah cadangan devisa (cadev) bisa tergerus.
"Kondisi ini (terbebaninya sektor eksternal) bisa menimbulkan risiko kepada cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar," tutur Andry, dalam laporannya Macro Brief: Fed Fund Rate,Kamis (28/7/2022).
Kepala ekonom BCA David Sumual mengatakan investor asing memilih kabur dari Indonesia karena imbal hasil berinvestasi di luar Indonesia yang lebih menarik.
Sebagai catatan, Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5% pada bulan ini di tengah tren kenaikan suku bunga acuan global serta lonjakan inflasi domestik. Kondisi ini membuat real rate dalam berinvestasi di Indonesia negatif.
Dengan inflasi tahunan Indonesia mencapai 4,35% sementara suku bunga acuan BI di 3,5% maka real rate menjadi minus 0,85%. Kenaikan suku bunga acuan The Fed dan bank sentral negara lain membuat imbal hasil berinvestasi di luar negeri meningkat sehingga Indonesia menjadi kurang menarik.
David mengingatkan tingkat bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk valas masih 0,25%. Sementara tingkat bunga valas di bank luar Indonesia sudah di kisaran 2% bahkan akan meningkat lagi setelah kenaikan The Fed sebesar 75 bps hari ini.
"Perbedaan rate sudah sangat besar. Saya khawatirnya eksportir yang mau masuk (ke bank dalam negeri) ga jadi masuk," tutur David, kepada CNBC Indonesia.
David menambahkan jika suku bunga acuan BI terus ditahan bulan depan maka bukan hanya investor asing yang meninggalkan Indonesia tetapi investor dalam negeri yang memiliki dollar AS menjadi enggan masuk ke pasar keuangan Indonesia.
"Agustus memang tidak ada rapat The Fed tapi di September Fed bisa naikin lagi. Jaraknya (tingkat bunga di dalam dan luar negeri) makin lebar dan buat dollar holder ini sudah terlalu besar," imbuhnya.
Ekonom Danareksa Research Institute M. Ikbal Iskandar mengatakan derasnya arus modal asing tidak bisa dilepaskan dari kenaikan suku bunga acuan The Fed. Dia memperkirakan BI akan segera menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga daya saing investasi di Indonesia.
"BI perlu menjaga daya saing investment rate dan tingkat bunga yang sudah berada dalam zona negatif selama tiga bulan," tutur Ikbal dalam Economic Report June 2022: High Inflation Continues.
[Gambas:Video CNBC]
Ramai-ramai Asing Tinggalkan RI, Bawa Dana Rp148,1 T
(mae/mae)