IMF Bilang Ekonomi Suram, Harga Minyak Anjlok 1% Lebih!
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia bergerak turun pada perdagangan pagi ini. Sepertinya investor merespons negatif kabar dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Pada Rabu (27/7/2022) pukul 06:58 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 104,88/barel. Turun 0,3% dari posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan yang jenis light sweet atawa West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 95,72/barel. Ambles 1,15%.
IMF merilis laporan World Economic Outlook (WOE) terbaru edisi Juli 2022 yang diberi judul Gloomy and More Uncertain. Suram dan makin tidak pasti...
Untuk 2022, lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat/AS) itu memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 3,2%. Melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yakni 3,6%.
"Penurunan konsumsi daya beli dan kebijakan moneter ketat membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi AS berkurang 1,4 poin persentase. Di China, terus berlanjutnya lockdown dan krisis properti yang semakin dalam membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi direvisi ke bawah sebanyak 1,1 poin persentase. Di Eropa, efek perang di Ukraina dan kebijakan moneter ketat membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi berkurang signifikan," papar laporan IMF.
Saat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara melambat, tidak demikian dengan inflasi. Pada 2022, IMF memperkirakan laju inflasi di negara-negara maju bisa mencapai 6,6% dan di negara-negara berkembang diperkirakan 9,5%. Masing-masing bertambah 0,9 poin persentase dan 0,8 poin persentase dibandingkan 'ramalan' edisi April 2022.
Tidak hanya itu, tantangan ke depan juga masih sangat berat sehingga sangat mungkin menyebabkan risiko penurunan proyeksi lebih lanjut. Seretnya pasokan gas alam dari Rusia, inflasi yang kian sulit dikendalikan, ketatnya kondisi pasar keuangan, penyebaran Covid-19, eskalasi krisis properti di China, serta fragmentasi geopolitik membuat upaya pemulihan bakal terhambat.
"Ada skenario alternatif kalau risiko-risiko tersebut terjadi. Pertumbuhan ekonomi global bisa melambat menjadi 2,6% dan 2% pada 2022 dan 2023," lanjut laporan IMF.
Kabar ini menjadi sentimen negatif bagi harga minyak. Perlambatan ekonomi akan membuat permintaan energi berkurang. Jadi tidak heran harga komoditas ini terpangkas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)