Hasil Evaluasi LQ45, ARTO yang Masuk, Kok GGRM yang Didepak?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
26 July 2022 15:33
Kolase/ HM Sampoerna vs Gudang garam/Aristya Rahadian
Foto: Kolase/ HM Sampoerna vs Gudang garam

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten produsen rokok raksasa RI. Gudang Garam (GGRM), kembali terdepak dari indeks unggulan di Bursa Efek Indonesia. Setelah terdepak dari konstituen IDX30 awal tahun ini, GGRM kembali dipaksa keluar dari salah satu indeks paling bergengsi Tanah Air LQ45.

Hal ini merupakan bagian dari evaluasi berkala oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melakukan perombakan terhadap sejumlah indeks unggulan, termasuk IDX30 dan LQ45, untuk periode Agustus 2022 sampai Januari 2023.

GGRM bersama PTPP dan Pabrik Kertas Tjiwi Kimia (TKIM) akan digantikan oleh tiga konstituen baru yakni Bank Jago (ARTO), PT Bank Syariah Indonesia (BRIS), dan PT Indika Energy (INDY).

Kenapa Gudang Garam terdepak?

LQ45 sendiri adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari 45 saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik. Indeks LQ45 terdiri atas 45 emiten yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria lain yang telah ditentukan.

Pihak bursa sendiri tidak memberikan alasan terperinci dalam laporannya, hanya saja terdapat sejumlah indikasi bahwa saham-saham yang dikeluarkan dari indeks bergengsi tersebut tidak memenuhi standar baku secara optimal.

GGRM sendiri memiliki kapitalisasi pasar sekitar Rp 56 triliun dan menurut data Refinitiv merupakan emiten terbesar ke-33 secara kapitalisasi pasar.

Secara nominal harga, GGRM juga merupakan salah satu saham yang paling mahal, hanya kalah dari empat emiten yang masih aktif diperdagangkan. Harga satu saham GGRM mencapai Rp 28.875 atau artinya untuk membeli satu lot investor perlu merogoh kocek nyaris Rp 3 juta.

Meski demikian ITMG dan United Tractors (UNTR) masih masuk dalam indeks LQ45 meskipun harga nominal per saham lebih besar. Sementara Bayan Resources (BYAN) dan DCI Indonesia (DCII) absen dari indeks tersebut.

Akan tetapi UNTR dan ITMG memiliki satu keunggulan dari GGRM yakni kepemilikan saham masyarakat yang porsinya lebih besar. Masyarakat menggenggam 24,45% saham GGRM, sementara ITMG dan UNTR masing-masing mencapai 34,86% dan 40,50%.

Jika diurutkan dari konstituen baru kepemilikan saham masyarakat di GGRM hanya lebih baik dari tujuh emiten, termasuk konstituen baru BRIS. Akan tetapi secara harga nominal per saham, seluruhnya lebih rendah secara signifikan yang dapat menjadi insentif bagi likuiditas perdagangan di bursa saham.

Selanjutnya saham GGRM juga secara konsisten berada dalam trajektori penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Sejak awal tahun saham GGRM telah melemah 5,56%, dalam setahun terakhir lebih besar lagi yakni 34,62% dan dalam tiga tahun terakhir lebih parah atau mencapai 64,80%.

Sementara itu, meskipun perusahaan secara konsisten mencetak laba bersih tiap tahun, kinerja keuangan secara keseluruhan juga berada dalam tren penurunan dengan posisi puncaknya dicapai pada tahun 2019.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Market Bites: Rapor Kinerja PLN & GGRM Tebar Dividen Jumbo

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular