Tak Kunjung Rights Issue, Saham Emiten Bong Chandra Ambles

Tim Riset, CNBC Indonesia
26 July 2022 08:20
Karyawan melintas di depam layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/7/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten properti milik Bong Chandra yaitu PT Perintis Triniti Properti Tbk (TRIN) tak kunjung mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melaksanakan aksi korporasi berupa Rights Issue (RI).

Diketahui dalam prospektus rights issue yang dirilis perseroan sebelumnya pada tanggal 1 Juni silam, pernyataan efektif diperkirakan didapat pada tanggal 6 Juli sedangkan Cum Date RI diperkirakan akan terjadi di tanggal 18 Juli.

Akan tetapi hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai aksi korporasi penambahan modal tersebut karena tak kunjung mendapatkan izin dari OJK setelah sempat dicecar regulator berulang kali.

Dampaknya harga saham TRIN terus melemah. Kemarin harga saham TRIN ditutup melemah 2,62% di Rp 372/unit. Dalam sepekan terakhir harga saham TRIN telah terkoreksi 6,53% dan bahkan dalam satu bulan terakhir harga saham TRIN sudah ambruk 19,13%.

Sejatinya banyak yang janggal dari aksi korporasi TRIN kali ini. Emiten pengembang properti dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 1,8 triliun ini berencana melepas 147.795.558 saham baru dan disertai dengan penerbitan waran seri II dengan jumlah yang sama.

Jumlah tersebut setara dengan 3,09% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh setelah rights issue. Harga yang dipatok untuk pelaksanaan rights issue sebesar Rp 900.

Jangan kaget, memang harga pelaksanaan rights issue jauh di atas harga pasar. Secara historis, pergerakan harga saham TRIN juga belum pernah menyentuh posisi tersebut.

Data perdagangan mencatat, harga penutupan tertinggi saham TRIN sejak penawaran umum perdana saham (IPO) sebesar Rp 665/saham pada 22 Februari 2022.

Harga pelaksanaan rights issue tersebut juga telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 27 Mei 2022.

Sebelum prospektus aksi korporasi ini terbit, perusahaan sempat berencana melepas 185.314.670 saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 750.

Saat itu, rencana tersebut turut mendapatkan perhatian dari regulator yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI). Otoritas bursa bahkan sampai mempertanyakan dasar penetapan harga pelaksanaan setinggi itu yang terlampau jauh dari harga penutupan saham TRIN sejak 15 Januari 2020 atau saat IPO.

Pihak perseroan pun menjawab lewat dokumen keterbukaan informasi pada 11 Maret 2022. Perseroan menegaskan pertimbangan didasarkan atas perhitungan discounted cash flow (DCF) dalam kurun waktu 5 tahun ke depan.

Selain itu perseroan juga mempertimbangkan berbagai proyek yang sedang berjalan dan proyek baru seperti Collins Boulevard, Marcs Boulevard, Holdwell Business Park, Seqouia Hills, dan juga proyek Labuan Bajo dalam perhitungan DCF.

Setelah dicecar bursa mengenai harga pelaksanaan RI yang dianggap tak wajar, alih-alih mengurangi harga tebus RI, manajemen malah memutuskan untuk menaikkan harga tebus RI menjadi Rp 900.

Hal ini menyebabkan regulator kembali menginterogasi manajemen TRIN mengenai alasan penetapan harga RI yang begitu tinggi dalam keterbukaan yang diterbitkan Juni silam di mana manajemen memberikan jawaban yang sama persis dengan jawaban 3 bulan lalu.

Ini artinya menurut perseroan, valuasi perusahaan naik 33% atau Rp 250/saham dalam rentang waktu 3 bulan tanpa adanya tambahan proyek baru dan kondisi perseroan yang tidak begitu berbeda.

Selain masalah valuasi, raihan dana rights issue menimbulkan tanda tanya karena nantinya akan digunakan untuk pembayaran utang jangka panjang kepada pihak yang terafiliasi yakni jajaran direksi dan komisaris sebesar 21,51%.

Selanjutnya dana akan digunakan untuk akuisisi lahan sebesar 65,13% dan sisanya 13,35% untuk modal kerja perseroan.

Untuk diketahui, dalam rights issue kali ini tidak semua dana yang diperoleh dalam bentuk tunai dan pemegang saham pengendali tidak akan mengeksekusi seluruh haknya.

PT Kunci Daud Indonesia (KDI) dan PT Intan Investama Internasional (III) sebagai pemegang saham mayoritas akan mengalihkan sebagian haknya kepada PT Manggarai Anugerah Sejahtera (MAS), Muhammad Kemal Dinata, Nadya Raisya Setia Murti, Drs. Mawardi, Paryan dan Jumino.

Namun hak yang dialihkan ke pihak-pihak di atas juga tidak akan ditebus dengan uang tunai melainkan dengan barang berupa lahan. Mekanisme ini dikenal dengan sebutan inbreng.

Sebagai informasi tambahan, TRIN memang berencana mengakuisisi sejumlah lahan untuk ekspansi bisnis sehingga mekanisme inbreng dipilih.

Dalam beberapa kasus, mekanisme penambahan modal melalui inbreng rentan menimbulkan banyak pertanyaan, salah satunya dugaan berupa aksi mark-up alias menaikkan harga asetnya terlebih dahulu sebelum disetorkan ke emiten.

Mengacu pada prospektus perseroan pihak MAS mendapat saham sebanyak 47.892.223 atau senilai Rp 43.103.000.700 sebagai ganti untuk lahan seluas 193.400 meter persegi di Labuan Bajo.

Sementara Muhammad Kemal Dinata, Nadya Raisya Setia Murti, Drs. Mawardi, Paryan dan Jumino mendapat jatah saham secara total 58.052.000 atau senilai Rp 43.538.999.400 untuk lahan yang dimiliki pihak-pihak tersebut seluas 93.018 meter persegi di Lampung.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rights Issue Emiten Bong Chandra Kembali Dicecar BEI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular