Sektor Properti Memburuk, Sinyal Resesi Menghampiri China?
Jakarta, CNBC Indonesia- Goldman Sachs memangkas proyeksi pertumbuhan indeks MSCI China. Pemangkasan ini dilakukan karena memburuknya sektor properti di China.
Perusahaan investasi perbankan tersebut memproyeksikan pertumbuhan indeks MSCI China akan stagnan ke nol, turun dari prediksi sebelumnya di 4%. Tidak hanya itu, analis juga memotong target harga selama 12 bulan ke depan menjadi 81, turun dari prediksi sebelumnya di 84.
Kini, ada sebanyak lebih dari 700 saham emiten yang terdaftar pada indeks MSCI China, termasuk Tencent, BYD, dan Industrial dan Commercial Bank of China.
Di sepanjang bulan ini, indeks tersebut telah merosot lebih dari 6% karena kekhawatiran meningkat pada pasar properti China. Pasalnya, China sedang menghadapi Covid-19 yang kembali melonjak, serta geopolitik Rusia-Ukraina yang masih terjadi, sehingga menambah katalis negatif.
Pemangkasan target harga tersebut berarti akan ada penurunan sebanyak 18% dari posisi penutupan pada Jumat (22/7) lalu di posisi 68,81. Hal tersebut juga diartikan bahwa indeks diproyeksikan anjlok sekitar 3% tahun ini.
Tekanan pada sektor properti China
Beberapa pekan lalu, sektor properti di China mengalami tekanan ketika pembeli rumah melakukan boikot hipotek sebagai bentuk protes terhadap proyek yang tak kunjung selesai.
Padahal, beberapa tahun ini, China telah berusaha untuk menindak ketergantungan para pengembang real estate yang tinggi pada utang, ketika perusahaan properti besar seperti Evergrande gagal bayar utang (default) tahun lalu. Investor cemas hal tersebut akan berdampak pada seluruh ekonomi China.
Ketua Analis CBRE Asia Pasifik Henry Chin mengatakan bahwa pertumbuhan sektor perumahan yang memimpin ekonomi China kini segera berakhir.
Dia mengatakan bahwa permintaan di pasar perumahan telah kembali, tapi persediaan yang banyak justru terdapat pada kota yang lebih kecil. Dia memproyeksikan bahwa persediaan tersebut setidaknya dapat terserap dalam kurun waktu lebih dari lima tahun.
Pasalnya, sektor perumahan berkontribusi lebih dari 25% dari PDB China, jika mengacu pada data Moodys.
Bahkan, Goldman Sachs telah memotong ekspektasi terhadap pembangunan rumah. Secara year-on-year, pembangunan rumah baru diprediksikan anjlok 33% di kuartal II-2022, turun lebih tajam dari prediksi sebelumnya yakni ambles 25%.
Tim ekuitas di Goldman Sachs menilai bahwa sektor seperti otomotif, ritel internet dan semikonduktor lebih menarik. Investor harus tetap berhati-hati pada saham perbankan karena pinjaman terkait rumah yang terancam.
Dampak Covid di China
Pada awal Juli, analis Goldman Sachs telah memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi China dari 4% menjadi 3,3% karena permasalahan yang tidak selesai pada Covid-19 dan pasar perumahan, serta ekspor China yang terhambat.
China telah merilis pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 yang menurun ke 0,4% dari pertumbuhan pada kuartal sebelumnya di 2,5%. Pertumbuhan ekonomi tersebut juga di bahwa prediksi pasar di 5,5%.
Investasi di sektor real estate pada semester I-2022 juga anjlok 5,4% secara tahunan.
Ketua Analis Nomura China Ting Lu memperingatkan bahwa perlambatan pada pertumbuhan akan lebih buruk dari prediksi dan memprediksikan bahwa sektor properti akan memburuk hingga melampaui ekspektasinya.
"Pecahnya Omicron dan penguncian dari Maret hingga Mei, secara material memperburuk situasi karena penguncian telah membatasi daya beli rumah tangga di China dan mengurangi kemampuan konsumen untuk membeli rumah baru," tambahnya dikutip CNBC International.
Saat ini, kasus baru Covid-19 di China menyentuh ratusan kasus baru per harinya, meskipun kasus tersebut banyak terjadi di kota lainnya bukan di kota metropolitan seperti Beijing dan Shanghai.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)