
Rupiah Sedang Lesu, Hindari Saham-saham Ini Kalau Mau Cuan

Pertama, emiten farmasi dinilai menjadi salah satu sektor yang paling rentan di tengah fluktasi nilai tukar rupiah. Perlemahan kurs rupiah akan begitu sensitif bagi emiten farmasi di mana lebih dari 50% bahan bakunya masih bergantung pada impor.
Mayoritas saham sektor farmasi kurang bergairah dan kurang likuid, oleh sebab itu mesti cermat dalam memilih saham-saham farmasi.
SAHAM | EMITEN | SEPEKAN (%) | SEBULAN (%) |
KLBF | PT Kalbe Farma Tbk | +1,21% | -1,88% |
SIDO | PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul T | +2,08% | -0,51% |
KAEF | PT Kimia Farma Tbk | +1,07% | +0,71% |
TSPC | PT Tempo Scan Pacific Tbk | -0,36% | -1,78% |
PEHA | PT Phapros Tbk | -2,21% | -10,61% |
PYFA | PT Pyridam Farma Tbk | +0,48% | 0,97% |
DVLA | PT Darya-Varia Laboratoria Tbk | +1,18% | +1,98% |
SOHO | PT Soho Global Health Tbk | +2,15% | -3,25% |
Namun, dengan kesadaran masyarakat yang lebih tinggi terhadap produk farmasi terlebih pada saat Covid-19 untuk meningkatkan imun tubuh dengan mengkonsumsi vitamin, suplemen dan obat-obatan bisa menjadi katalis positf bagi sektor farmasi di tengah melemahnya rupiah.
Kedua,emiten yang bergerak pada sektor besi dan baja juga akan terancam terkena dampak saat rupiah melemah. Seperti yang telah diketahui, impor besi dan baja Indonesia meningkat 14,81% menjadi 13,04 juta ton pada 2021 dibandingkan tahun sebelumya. Demikian pula nilai impornya melonjak 74,42% menjadi US$ 11,96 miliar pada 2021 dibanding tahun sebelumnya.
Kokohnya baja tak menyebabkan para emitennya ikut kebal dari perlambatan ekonomi. Nilai tukar rupiah yang bergejolak belakangan ini turut menjebol kinerja emiten tersebut.
SAHAM | EMITEN | SEPEKAN (%) | SEBULAN (%) |
BTON | PT Betonjaya Manunggal Tbk | -0,64% | +4,7% |
BAJA | PT Saranacentral Bajatama Tbk | +6,1% | -1,14% |
CTBN | PT Citra Tubino Tbk | -8,3% | -4,98% |
GGRP | PT Gunung Raja Paksi Tbk | +3,6% | -10,85% |
KRAS | PT Krakatau Streel (Persero) Tbk | Stagnan | -3,85% |
OPMS | PT Optima Prima Metal Sinergi Tbk | +10,58% | +6,84% |
Ketiga, emiten konsumer juga cukup sensitif dengan pergerakan nilai tukar. Porsi impor yang cukup besar menjadi beban perusahaan tersebut ditambah lagi dengan memanasnya konflik antara Rusia dan Ukraina berdampak pada kenaikan sejumlah harga komoditas utama.
Selain terbebani dengan nilai tukar, harga saham sejumlah emiten consumer goods yang mengandalkan bahan baku gandum dinilai mengkhawatirkan di mana melambungnya harga gandum dunia di tengah konflik Rusia-Ukraina bisa menekan kinerja keuangan emiten tersebut.
Asal tahu saja, Indonesia sendiri merupakan negara dengan iklim tropis sehingga tidak mendukung untuk pertanian gandum. Karenanya, untuk kebutuhan roti, mie instan, hingga sumber pangan karbohidrat lain, Indonesia harus mengimpor gandum dari negara lain.
Pada 2020 saja nilai impor gandum RI mencapai US$ 2,6 miliar dengan total volume impor mencapai 10,2 juta ton.
Beberapa emiten yang memiliki eksposur terhadap gandum sebagai bahan baku produksi, antara lain PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), emiten produsen mie instan Indomie PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan produk unggulannya roti serta mie instan.
Berikut emiten konsumer yang rawan terkoreksi akibat gejolak ekonomi global yang berujung melemahkan nilai tukar rupiah.
SAHAM | EMITEN | SEPEKAN (%) | SEBULAN (%) |
MYOR | PT Mayora Indah Tbk | +0,53% | -7,32% |
ICBP | PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk | -0,53% | -0,53% |
AISA | PT FKS Food Sejahtera Tbk | +5,8% | -3,31% |
INDF | PT Indofood Sukses Makmur Tbk | -0,35% | -2,43% |
ROTI | PT Nippon Indosari Corpindo Tbk | +1,95% | +1,56% |
GOOD | PT Garudafood Putra Jaya Tbk | -0,92% | +3,85% |
Terakhir, selain emiten yang berhubungan dengan impor, nilai kurs Rupiah yang terus bergerak melemah tentu menjadi sentimen negatif bagi para emiten yang memiliki eksposure besar terhadap nilai tukar. Apalagi, emiten memiliki utang yang didominasi oleh mata uang dolar AS karena secara otomatis nilai pokok dan bunganya akan meningkat.
Emiten ini terkena depresiasi rupiah karena hampir semua utang emiten dalam mata uang dolar AS. Dimana sebagian besar tidak dilindungi nilai atau hedging. Misalnya emiten konsumer PT Indofood CBP Sukses Makmud Tbk (ICBP).
ICBP menghasilkan pendapatan sebesar 70%-75% dalam rupiah. Sementara, hampir semua utang ICBP dalam mata uang dolar AS dengan biaya yang signifikan dalam mata uang dolar AS untuk impor bahan baku.
Lebih lanjut, obligasi ICBP senilai US$ 2,75 miliar tidak dilindungi nilai. Meski demikian, ada beberapa hal yang meringankan karena jatuh tempo surat utang yang lama hingga tahun 2031. Itu berarti tidak ada kebutuhan pembiayaan kembali dalam waktu dekat.
Sementara, PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) di mana 65% dari arus kas produsen ban ini berada dalam rupiah. Sedangkan, GJTL mempunyai 50%-60% utang dalam dolar AS dan sebagian besar biaya operasional dan belanja modalnya dalam mata uang dolar AS.
Meski secara operasional membukukan kinerja yang solid, namun dapat dengan mudah tergerus dengan kerugian kurs yang menimpa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)[Gambas:Video CNBC]
