IHSG Galau Berat, Mau Ngegas tapi Tak Kuat & Merah di Sesi I
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona merah pada penutupan perdagangan sesi I Senin (25/7/2022) di tengah penantian investor terkait suku bunga The Fed yang diperkirakan akan menaikan suku bunga acuan lebih agresif.
IHSG dibuka menguat tipis 0,06% di posisi 6.890,84 dan ditutup melemah dengan koreksi 0,21% atau 14,56 poin ke 6.872,4 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 5,81 triliun dengan melibatkan lebih dari 14 miliar saham.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG sudah bergerak volatil. IHSG sempat naik menembus level 6.900 selang 2 menit setelah perdagangan dibuka. Pukul 09:30 WIB IHSG sempat bertahan cukup lama di zona hijau, tetapi pukul 10:10 WIB IHSG berbalik arah ke zona merah.
Seiring berjalannya perdagangan, IHSG masih bingung menentukan arah geraknya. Namun pada pukul 09:20 WIB IHSG terpantau melemah dan konsisten berada di zona merah hingga penutupan perdagangan sesi I.
Level tertinggi berada di 6.908,19 sesaat setelah perdagangan dibuka dan level terendah berada di 6.863,73 pada pukul 11:00 WIB. Mayoritas saham siang ini melemah yakni sebanyak 263 unit, sedangkan 240 unit lainnya menguat, dan 171 sisanya stagnan.
Sepanjang pekan lalu, IHSG menunjukkan kinerja yang cukup impresif dengan kenaikan 3,42% secara mingguan dan ditutup di atas level psikologis 6.800.
Pergerakan IHSG siang ini mengekor Wall Street yang kembali terkoreksi pada akhir pekan lalu di mana investor kembali mencermati arah suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan akan kembali menaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp).
Di sisi lain, ada juga investor yang terbuka terhadap peluang bahwa The Fed akan menaikan suku bunga acuan lebih agresif sebesar 100 bps pada pertemuan Juli ini. Bagaimanapun juga laju inflasi yang tinggi disertai dengan kebijakan moneter yang agresif telah membuat pasar keuangan global bergejolak di sepanjang tahun ini.
Jika The Fed sungguh-sungguh menaikkan suku bunga acuannya pekan ini, peluang untuk terkoreksinya bursa saham AS terbuka lebar. Ditambah dengan potensi resesi karena perang Rusia-Ukraina belum usai, kian menambah tekanan terhadap aset berisiko.
Selain itu, sentimen bursa saham datang dari bank sentral Eropa (ECB) yang juga menaikkan suku bunga acuan secara agresif dan untuk pertama kalinya sejak 11 tahun terakhir.
Sentimen kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh bank sentral global serta selisih suku bunga acuan dengan Indonesia yang menyempit patut diwaspadai karena berpengaruh terhadap valuasi dan harga aset keuangan domestik.
Seperti yang telah diketahui, Dewan Gubernur (RDG) BI pada 20-21 Juli 2022 yang memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan7-day reverse repo ratedi 3,5%. Dengan ini, denap 17 bulan sudah suku bunga acuan dipertahankan di level terendahnya sepanjang sejarah. Nilai tukar rupiah di pasar spot langsung melemah. Melemahnya nilai tukar rupiah juga turut membebani pasar saham kedepannya.
(aum/aum)