Akhir Pekan Investor Masih Lepas SBN, Harganya Koreksi Lagi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Jumat, 22/07/2022 19:14 WIB
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Jumat (22/7/2022) akhir pekan ini, di mana investor masih menimbang dari sikap Bank Indonesia (BI) yang masih dovish.

Mayoritas investor kembali melepas SBN hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN tenor 3, 15, dan 20 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan menguatnya harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 3 tahun menurun signifikan sebesar 14,5 basis poin (bp) ke posisi 4,551%. Sedangkan yield bertenor 15 tahun turun 0,9 bp ke 7,409%, dan yield SBN berjatuh tempo 20 tahun melandai 0,7 bp menjadi 7,612%.


Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 1 bp ke 7,491% pada perdagangan hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Kemarin, BI memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,5%. Padahal banyak analis yang memprediksi BI akan menaikkan suku bunga. Dengan demikian, sudah 17 bulan suku bunga tersebut tidak berubah.

Sementara untuk suku bunga Deposit Facility masih sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility juga masih sebesar 4,25%.

"Rapat Dewan Gubernur Juli 2022 memutuskan mempertahankan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) pada level 3,5%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022) kemarin.

Meski demikian, BI juga sudah mengurangi likuiditas dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) hingga September nanti.

Selain itu, BI mendorong kenaikan suku bunga antar bank untuk tenor lebih dari satu pekan. BI juga mengatakan akan menjual Surat Berharga Negara (SBN) guna menyerap likuiditas.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung melandai pada hari ini, karena data ekonomi yang lemah dan kenaikan suku bunga yang signifikan dari bank sentral Eropa memicu kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun turun 6,2 bp ke posisi 3,033% pada hari ini pukul 06:10 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Kamis kemarin di 3,095%.

Sedangkan untuk yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara AS menurun 8,6 bp ke 2,822% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di 2,908%.

Meski yield Treasury tenor 2 tahun cenderung melandai, tetapi yield Treasury 2 tahun masih lebih tinggi dari yield Treasury tenor 10 tahun, menandakan bahwa fenomena inversi yield masih terjadi hingga kini.

Bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB) memutuskan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 0,5%, atau lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 25 bp. Ini kali pertama dalam 11 tahun.

Sementara itu dari data ketenagakerjaan AS, data klaim tunjangan pengangguran awal menunjukkan pemburukan dengan meningkat menjadi 251.000 sepekan lalu, dari pekan sebelumnya sebanyak 244.000 klaim. Ini merupakan kenaikan untuk 3 pekan beruntun dan menjadi level tertinggi sejak November 2021.

Di lain sisi, pelaku pasar akan memantau rilis data awal dari aktivitas manufaktur AS yang tercermin pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi S&P Global pada periode Juli 2022 yang akan dirilis pada pukul 09:45 waktu AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas