Duh! Dolar Singapura Tembus Rp 10.800, Rekor Tertinggi 2022
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura menguat tajam melawan rupiah Kamis kemarin hingga menembus ke atas Rp 10.800/SG$ yang merupakan rekor termahal sepanjang 2022. Bank Indonesia (BI) yang masih mempertahankan suku bunga, membuat rupiah tertekan.
Berdasarkan data Refintiv, dolar Singapura kemarin menguat 0,57% ke Rp 10.814/SG$ di pasar spot. Jika dilihat ke belakang, posisi tersebut merupakan yang tertinggi sejak 30 Juni 2021.
Sementara pada perdagangan Jumat (22/7/2022) pukul 10:04 WIB dolar Singapura turun 0,15% ke Rp 10.798/SG$.
Dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, BI masih mempertahankan suku bunga acuannya di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5%. Padahal banyak analis yang memprediksi BI akan menaikkan suku bunga. Dengan demikian, sudah 18 bulan suku bunga tersebut tidak berubah.
"Rapat Dewan Gubernur Juli 2022 memutuskan mempertahankan (BI) 7- Day Reverse Repo rate (BI-7DRR) pada level 3,5%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).
Sementara itu suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Inflasi inti yang masih rendah menjadi salah satu alasan BI terus mempertahankan suku bunganya.
Di sisi lain, Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) sudah 3 kali mengetatkan kebijakannya, pada Oktober 2021, Januari dan April tahun ini.
Namun, inflasi di di Singapura masih menanjak.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) tumbuh 5,6% year-on-year (yoy) pada Mei, dari bulan sebelumnya 5,4% (yoy). Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi dalam lebih dari satu dekade terakhir, tepatnya sejak November 2011.
Inflasi CPI inti juga semakin menanjak menjadi 3,6% (yoy) dibandingkan April 3,3% (yoy).
Kemudian inflasi produsen atau indeks harga produsen (producer price index/PPI)melesat 31,4% (yoy) yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa, memecahkan rekor sebelumnya 30% (yoy) yang tercatat pada bulan sebelumnya.
Saat PPI terus menanjak maka CPI juga berpotensi meningkat, hal ini membuat MAS berpeluang kembali mengetatkan kebijakan moneternya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)