BI Tahan Suku Bunga Lagi, Harga Mayoritas SBN Melemah
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (21/7/2022), setelah Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuannya pada hari ini.
Mayoritas investor kembali melepas SBN hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor. Hanya SBN berjangka menengah yakni 15 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan menguatnya harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 15 tahun menurun 0,6 basis poin (bp) ke posisi 7,418% pada perdagangan hari ini.
Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menanjak sebesar 2 bp ke 7,484% pada perdagangan hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari dalam negeri, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuannya pada hari ini, di mana BI 7- Day Reverse Repo rate (BI-7DRR) tetap bertengger pada level 3,5%.
Sementara untuk suku bunga Deposit Facility masih sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility juga masih sebesar 4,25%.
"Rapat Dewan Gubernur Juli 2022 memutuskan mempertahankan (BI) 7- Day Reverse Repo rate (BI-7DRR) pada level 3,5%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).
Alasan BI masih tahan suku bunga acuan adalah dengan mempertimbangkan kondisi inflasi yang cenderung rendah. Khususnya inflasi inti pada Juni 2022 yang masih di bawah 3%.
"Keputusan ini konsisten dengan inflasi inti yang terjaga di tengah risiko perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian dalam negeri," ujarnya.
"BI akan mewaspadai risiko ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan serta memperkuat bauran kebijakan yang diperlukan. Baik dengan stabilisasi nilai tukar, operasi moneter dan suku bunga," tambah Perry.
Keputusan BI tersebut sejalan dengan pandangan sebagian ekonom yang disurvei oleh CNBC Indonesia. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, tujuh memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada bulan ini. Sementara tujuh lainnya memperkirakan BI tetap mempertahankan BI 7-DRR.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung bervariasi pada hari ini.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun turun 0,6 bp ke posisi 3,244% pada hari ini pukul 06:15 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Rabu kemarin di 3,25%.
Sedangkan untuk yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan pasar naik 0,9 bp ke 3,045% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di 3,036%.
Meski yield Treasury tenor 2 tahun cenderung melandai, tetapi yield Treasury 2 tahun masih lebih tinggi dari yield Treasury tenor 10 tahun, menandakan bahwa fenomena inversi yield masih terjadi hingga kini.
Inversi yield terjadi ketika yield obligasi pemerintah jangka pendek lebih tinggi dari yield obligasi jangka panjang. Fenomena ini sering dianggap oleh pelaku pasar sebagai tanda bahwa resesi sudah dekat.
Pelaku pasar cenderung masih menimbang kondisi makroekonomi global setelah inflasi di kawasan Eropa kembali meninggi, layaknya di Amerika Serikat (AS) yang juga meninggi.
Di lain sisi, beberapa analis menilai bahwa kondisi global saat ini masih belum menentu, sehingga investor cenderung bimbang dalam menentukan arah investasinya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)