BI Umumkan Suku Bunga Siang Ini, Rupiah Nyaris Rp 15.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 July 2022 09:13
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) siang ini menjadi perhatian utama pelaku pasar. Rupiah pun melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) meski masih tipis-tipis saja.

Pada pembukaan perdagangan Kamis (21/7/2022) rupiah sebenarnya stagnan di Rp 14.985/US$. Tetapi tidak lama langsung melemah tipis 0,08% di Rp 14.997/US$ pada pukul 10:09 WIB, nyaris menembus lagi Rp 15.000/US$.

Tanda-tanda rupiah akan melemah sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Pada Rabu (6/7/2022) lalu, rupiah sempat menembus Rp 15.000/US$, tetapi setelahnya selalu bertahan di level psikologis tersebut.

Ada indikasi BI melakukan intervensi guna menjaga nilai tukar rupiah tetap di bawah Rp 15.000/US$ jika melihat pergerakan di pasar NDF yang sering kali di atas level tersebut di semua tenor.

Tekanan bagi rupiah datang dari eksternal, sebab kondisi di dalam negeri masih cukup bagus.

Bank sentral AS (The Fed) yang sangat agresif menaikkan suku bunga dolar AS melesat dan menekan rupiah.

Tingginya harga komoditas membuat neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus 26 bulan beruntun, yang mendongkrak transaksi berjalan menjadi surplus juga.
Kala transaksi berjalan surplus, pasokan devisa lancar ke dalam negeri. Hal ini membuat nilai tukar rupiah masih cukup stabil di tahun ini.

Namun, rupiah tentunya tidak bisa terus bertahan dari gempuran, mengingat The Fed akan menaikkan suku bunga di setiap pertemuan. Hal ini membuat pelaku pasar menanti bagaimana respon BI setelah menahan suku bunga di semester I-2022.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia terbelah sama kuat di antara yang memperkirakan kenaikan dan yang mempertahankan suku bunga acuan.

Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, tujuh memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 3,75% pada bulan ini. Sementara tujuh lainnya memperkirakan BI tetap mempertahankan BI 7-DRR sebesar 3,5%.

Jika BI menaikkan suku bunga maka kenaikan tersebut akan menjadi pertama kalinya dalam kurun waktu 3,5 tahun lebih.

Sementara itu, jika BI tetap mempertahankan suku bunga acuan maka BI-7DRR sebesar 3,5% akan bertahan selama 18 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.

Kenaikan suku bunga bisa memberikan sentimen positif ke rupiah, di sisi lain momentum pertumbuhan ekonomi akan sedikit tertahan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular