
Nunggak! 12 Saham Disuspen, Simak Kinerja Keuangan Emitennya

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan penangguhan perdagangan (suspensi) 12 emiten yang belum memenuhi kewajibannya terkait pembayaran biaya pencatatan tahun ini. Kewajiban tersebut telah melebihi batas akhir pembayaran pokok dan denda biaya pencatatan tahunan (ALF) yang mana telah jatuh tempo pada 15 Juli 2022.
Peraturan tentang pencatatan saham mengatur bahwa biaya pencatatan saham tahunan wajib dibayar di muka oleh perusahaan tercatat untuk masa 12 bulan terhitung sejak Januari hingga Desember. Kemudian diterima oleh bursa (good fund) di rekening bank bursa paling lambat pada hari bursa terakhir pada bulan Januari.
Adapun biaya pencatatan tahunan yang ditetapkan oleh BEI berkisar antara minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta. Dalam menghitung annual listing fee, digunakan pembulatan dengan biaya Rp 500 ribu untuk setiap kelipatan Rp 1 miliar dari jumlah nilai kapitalisasi saham terkini perusahaan tercatat.
Sedangkan terkait sanksi, perusahaan tercatat dikenakan denda oleh pihak Bursa dan wajib disetor ke rekening Bursa selambat- lambatnya 15 hari kalender terhitung sejak sanksi tersebut dijatuhkan.
Apabila perusahaan tercatat yang bersangkutan tidak membayar denda dalam jangka waktu tersebut, maka bursa dapat melakukan penghentian sementara perdagangan saham perusahaan tercatat di pasar reguler sampai dengan dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya pencatatan tahunan dan denda tersebut.
Sejak sesi I perdagangan Efek tanggal 18 Juli 2022, BEI memutuskan untuk melakukan penghentian sementara perdagangan efek di pasar reguler dan pasar tunai untuk 6 perusahaan tercatat dengan status perdagangan aktif yaitu: Bhakti Agung Propertindo (BAPI); Cipta Selera Murni (CSMI); Aksara Global Development (GAMA); Multi Agro Gemilang Plantation (MAGP); Sanurhasta Mitra (MINA); dan Mitra International Resources (MIRA).
Sementara itu enam perusahaan lain yang sebelumnya telah ditangguhkan perdagangannya dan suspensi tersebut tetap berlanjut adalah: Bakrie Telecom (BTEL); Dua Putra Utama Makmur (DPUM); Panasia Indo Resources (HDTX); Cottonindo Ariesta (KPAS); Eureka Prima Jakarta (LCGP); Aesler Grup Internasional (RONY).
Kinerja Keuangan Masih Tertekan
Dari 12 emiten tersebut, hanya delapan di antanya yang telah menyetor kinerja keuangan untuk kuartal pertama tahun 2022. Sementara itu satu emiten memiliki kinerja keuangan terbaru hingga kuartal keempat 2021 dan tiga lainnya terakhir menyampaikan laporan keuangan untuk sembilan bulan operasional 2021.
Emiten yang telah menyampaikan laporan keuangannya tahun ini kompak masih mencatatkan kerugian, meskipun kerugian tersebut turun dari capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu dari sisi topline, setengah emiten yang telah menyampaikan laporan keuangan tiga bulan pertama tahun ini mampu mencatatkan pertumbuhan, bahkan salah satu di antanya meningkat hingga 158%. Sementara itu setengah lainnya pendapatannya terkontraksi, dengan yang paling dalam tercatat turun 66%.
Selanjutnya dari sisi ekuitas, kedelapan emiten tersebut mencatatkan penurunan nilai ekuitas, bahkan ada yang terdepresiasi hingga sepertiga. Lebih parah lagi, salah satu dari delapan emiten ini mencatatkan kenaikan defisiensi modal (ekuitas negatif).
Sementara itu empat satu dari emiten yang masih belum menyetor laporan keuangan untuk tiga bulan pertama tahun ini mengalami defisiensi modal yakni emiten Grup Bakrie, BTEL.
Terakhir, kondisi keuangan yang masih kurang optimal membuat kas dan setara kas perusahaan nilainya cukup terbatas, dengan enam di antanya memiliki kas dan setara kas kurang dari Rp 1 miliar. Sedangkan dari enam emiten lainnya, kas tertinggi hanya berjumlah Rp 7,54 miliar.
Dua dari enam emiten dengan kas terkecil bahkan tidak memiliki kemampuan untuk membayar biaya listing, karena nilai kas dan setara kasnya yang sangat terbatas. Mengacu pada kapitalisasi pasar terbaru (suspensi), RONY yang memiliki valuasi RP 1 triliun berkewajiban membayar biaya pencatatan tahunan Rp 250 juta, sementara kas dan setara kas hanya tercatat sebesar Rp 85 juta.
Sementara BAPI yang memiliki kapitalisasi pasar Rp 280 miliar, berkewajiban membayar biaya pencatatan tahunan Rp 140 juta. Akan tetapi kas dan setara kas perusahaan hanya tercatat sebesar Rp 96 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Market Focus: Risiko Inflasi RI Hingga THR dari Emiten
