Bursa Asia Sumringah, Semoga IHSG Bisa Dekati 7.000
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cerah pada perdagangan Rabu (20/7/2022), di tengah rebound-nya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa kemarin waktu AS.
Indeks Nikkei Jepang dibuka melesat 1,26%, Hang Seng Hong Kong melonjak 1,65%, Shanghai Composite China menguat 0,37%, Straits Times Singapura terapresiasi 0,68%, ASX 200 Australia naik 0,18%, dan KOSPI Korea Selatan melompat 1,53%
Investor di Asia-Pasifik saat ini menanti keputusan suku bunga acuan terbaru dari bank sentral China (People Bank of China/PBoC) pada hari ini, di mana pelaku pasar berekspektasi bahwa bank sentral Negeri Panda tersebut akan kembali mempertahankan suku bunga utama (loan prime rate) pada hari ini, berdasarkan survei dari Reuters.
Dari Australia, Gubernur bank sentral (Reserve Bank of Australia/RBA), Philip Lowe mengatakan bahwa inflasi pada kuartal kedua tahun ini yang akan dirilis pekan depan akan menunjukkan peningkatan lebih lanjut dan perlu ada jalan kembali ke inflasi 2% hingga 3%.
Inflasi Australia pada kuartal I-20222 naik 5,1%. Dalam sambutannya, Lowe juga mengatakan tarif nominal netral minimal 2,5%, sedangkan tarif saat ini 1,35%.
Sementara itu dari Jepang, produsen mobil Toyota memprediksi bahwa produksinya pada Agustus akan menjadi sekitar 700.000 unit, lebih rendah dari angka yang diumumkan sebelumnya 850.000 unit, karena kekurangan suku cadang terkait dengan gangguan akibat Covid-19.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah hijaunya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin waktu setempat, karena investor optimis terhadap laporan pendapatan perusahaan yang bertumbuh dan mereka juga yakin bahwa pasar sudah menemukan titik terendahnya.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melonjak 2,43% ke posisi 31.827,05, S&P 500 melejit 2,76% ke 3.936,69, dan Nasdaq Composite terbang 3,11% menjadi 11.713,15.
Ketiga indeks utama di Wall Street saat ini sudah berada di atas rata-rata pergerakan 50 hari untuk pertama kalinya sejak April dan telah naik hampir 7,4% dari posisi penutupan terendah 16 Juni.
"Baik investor dan perusahaan sudah berekspektasi inflasi akan panas, sehingga perusahaan yang berbicara tentang inflasi panas yang terjadi pada kuartal kedua bukanlah kejutan sama sekali," kata Kim Forrest, pendiri dan kepala investasi di Bokeh Capital Partners.
Survei Bank of America menunjukkan bahwa alokasi dana untuk saham dalam portofolio berada di titik terendah sejak Oktober 2008, satu bulan setelah runtuhnya Lehman Brothers. Di sisi lain, saat ini jadi jumlah kepemilikan tunai tertinggi sejak 2001.
Michael Harnett, kepala strategi investasi Bank of America pun meyakini saham akan reli dalam beberapa minggu mendatang.
Melandainya dolar AS juga dinilai turut membantu reli saham, terutama bagi saham teknologi dengan porsi penjualan ekspor besar. Perusahaan tersebut menerima pukulan terhadap pendapatan karena susutnya permintaan dampak dari dolar AS yang kuat tahun ini.
Selain itu, laporan pendapatan yang solid turut mendorong harga saham banyak perusahaan. Pada Selasa pagi, sekitar 9% dari perusahaan S&P 500 telah melaporkan pendapatan kuartal kedua 2022. Sekitar dua pertiga dari jumlah tersebut telah mengalahkan ekspektasi analis, menurut data FactSet.
Namun, beberapa analis tetap memberi rekomendasi kepada investor untuk bersiap menghadapi lebih banyak tren penurunan di masa depan.
″(Meskipun) saya mengakui sentimen buruk dan kita bisa melihat reli besar, saya saat ini lebih peduli untuk melindungi sisi bawah daripada melewatkan sisi atas, secara agregat," tulis analis Wedbush Kevin Merritt dikutip CNBC Internasional Senin (18/7/2022) lalu.
Sementara itu, Chris Senyek dari Wolfe Research mengatakan perdagangan kemungkinan akan tetap sangat fluktuatif, dengan lebih banyak reli pasar bearish, di bulan-bulan mendatang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)