Top Gainers-Losers

SWID Akhirnya Masuk Top Gainers, CHEM di Top Losers

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
20 July 2022 07:31
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup melesat pada perdagangan Selasa (19/7/2022) kemarin, di tengah sikap investor yang menanti Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).

Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melesat 1,15% ke posisi 6.736,09. Meski menguat cukup tajam, tetapi sebenarnya sejak awal bulan Juli, IHSG cenderung terjebak di rentang 6.600-6.700.

Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG dibuka menguat tipis menguat tipis di posisi 6.671,45. Selang sekitar 1 hingga 5 menit, IHSG bahkan sempat menyentuh zona merah dan menyentuh level terendah intraday di 6.626,255. Tetapi selang beberapa menit, IHSG langsung berbalik arah ke zona hijau hingga akhir perdagangan kemarin.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan 20 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 327 saham naik, 169 saham turun, dan 183 lainnya stagnan.

Investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 225,78 miliar di pasar reguler pada perdagangan kemarin. Saat IHSG hijau melesat lebih dari 1%, beberapa saham menjadi top gainers. Berikut sepuluh saham yang menjadi top gainers pada perdagangan Selasa kemarin.

Saham Top Gainers

Saham emiten properti yang merupakan anak perusahaan dari Kelompok Usaha Saraswanti yakni PT Saraswanti Indoland Development Tbk (SWID) akhirnya masuk ke jajaran top gainers pada perdagangan kemarin, setelah beberapa hari sebelumnya masuk di jajaran top losers.

Saham SWID ditutup meroket 34,75% ke posisi harga Rp 190/saham. Nilai transaksi saham SWID pada perdagangan Selasa kemarin mencapai Rp 57,85 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 327,95 juta lembar saham. Investor asing melepas saham SWID sebesar Rp 6,42 juta di pasar reguler.

Sebelum harga sahamnya melesat kemarin, saham SWID sudah tujuh hari mencatatkan koreksi, dengan enam kali menyentuh auto rejection bawah (ARB) dan sekali terkoreksi di bawah 1%.

Dari debut perdananya pada Kamis, 7 Juli lalu hingga kemarin, saham SWID hanya mencatatkan penguatan dua kali yakni di perdagangan perdananya dan perdagangan kemarin.

Meski berhasil melesat, tetapi harga saham SWID masih berada di bawah harga penawaran perdananya yakni di Rp 200/saham. Dengan ini, maka koreksi saham SWID dari debut perdananya hingga kemarin sudah terpangkas menjadi 5%.

Sebagai informasi, Saraswanti Indoland Development didirikan pada tahun 2010 dan bergerak dalam bidang properti dan real estate. Perusahaan merupakan pemilik hotel The Alana Yogyakarta, Innside by Melia Yogyakarta dan Apartemen Mataram City.

SWID melakukan penawaran perdana (IPO) pada Kamis, 7 Juli lalu dan berhasil menggalang dana Rp 68 miliar setelah melepas 6,31% saham baru kepada investor publik.

Selain saham SWID, terdapat pula saham emiten batu bara yakni PT Harum Energy Tbk (HRUM), yang harga sahamnya melesat 11,03% ke Rp 1.510/saham.

Nilai transaksi saham HRUM pada perdagangan kemarin mencapai Rp 187,4 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 127,88 juta lembar saham. Asing mengoleksi saham HRUM sebesar Rp 42,98 miliar di pasar reguler.

Kenaikan harga saham HRUM terjadi di tengah masih amblesnya harga batu bara acuan dunia. Pada Senin lalu, harga batu kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 350,05 per ton. Harga batu bara ambrol 8% dibandingkan perdagangan Jumat pekan lalu.

Harga tersebut adalah yang terendah sejak 16 Juni 2022 atau dalam sebulan terakhir. Ambruknya harga batu bara pada Senin lalu juga memperpanjang tren negatif batu hitam yang sudah berlangsung sejak Rabu pekan lalu.

Secara keseluruhan, harga batu bara ambruk 17,98% dalam sepekan secara point-to-point (ptp). Dalam sebulan, harga batu bara juga amblas 2,42% sementara dalam setahun masih melesat 127,75%.

Pelemahan harga batu bara sejalan dengan melandainya harga gas. Harga batu bara melesat pada akhir Juni dan awal Juli tahun ini setelah harga gas melonjak sebagai dampak pemangkasan pasokan gas Rusia.

Harga gas alam EU Dutch TTF (EUR) kini berada di kisaran EUR 157 per megawatt-jam. Harga tersebut adalah yang terendah sejak 11 Maret 2022.

"Harga batu bara melemah mengikuti pergerakan harga gas," tutur analis batu bara, kepada Montel News.

Selain itu, melemahnya harga batu bara juga disebabkan meningkatnya ekspor dari Australia. Pengiriman batu bara dari Australia sempat terganggu dua pekan lalu akibat banjir.

Kekhawatiran resesi juga membuat harga batu bara terus menyusut. Sejumlah harga komoditas, seperti nikel dan komoditas pangan, terus melandai karena adanya kekhawatiran resesi global. Resesi akan membuat ekonomi dan permintaan komoditas melambat.

Namun, ada potensi bagi batu bara untuk bangkit ke depan. Gelombang hawa panas di Eropa serta keputusan negara-negara Uni Eropa untuk mengoperasikan kembali pembangkit listrik batu bara diperkirakan bisa menopang harga batu bara ke depan.

"Saya tidak melihat adanya potensi tren pelemahan yang terus menerus pada batu bara kualitas tinggi. Pasokan batu bara kualitas rendah memang memadai tetapi batu bara kualitas ketat sangat ketat pasokannya," tutur analis tersebut.

Saat IHSG melesat lebih dari 1%, beberapa saham juga masuk ke jajaran top losers. Berikut 10 saham top losers pada perdagangan Selasa kemarin.

Saham Top Losers

Saham emiten jasa konstruksi umum yakni PT Sumber Mas Konstruksi Tbk (SMKM) kembali masuk ke jajaran top losers kemarin. Saham SMKM sendiri sudah masuk ke jajarantop losers sejak Jumat pekan lalu.

Saham SMKM ditutup ambruk 9,17% ke posisi Rp 99/saham. Dengan ini, maka saham SMKM terkena batas auto rejection bawah (ARB) pada perdagangan kemarin.

Nilai transaksi saham SMKM pada perdagangan kemarin mencapai Rp 795,85 juta dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 5,88 juta lembar saham. Investor asing melepas saham SMKM sebesar Rp 75,81 juta di pasar reguler.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu dan Senin lalu, saham SMKM menduduki posisi pertama di jajaran top gainers. Dengan ini maka dari Jumat pekan lalu hingga kemarin, saham SMKM sudah ambles hingga 44,07%.

Menurut data perdagangan, sejak perdagangan 11 Juli hingga kemarin, saham SMKM hanya mencatatkan penguatan sekali saja, sedangkan sisanya terpantau terkoreksi.

Dengan demikian, saham SMKM mencatatkan penurunan sebesar 30,32% dalam sepekan terakhir. Sedangkan dalam sebulan terakhir, saham SMKM ambles hingga 33,84%.

Belum diketahui mengapa saham SMKM masih mengalami koreksi hingga bertengger di jajaran top losers dan masih menyentuh ARB-nya kemarin.

Selain saham SMKM, terdapat pula saham emiten industri dan perdagangan bahan kimia spesialisasi untuk industri tekstil yakni PT Chemstar Indonesia yang masuk ke jajaran top losers kemarin.

Saham CHEM ditutup ambles 6,61% ke posisi harga Rp 113/saham dan juga menyentuh batas ARB-nya pada perdagangan kemarin. Saham CHEM tergolong saham yang masih baru di bursa.

Nilai transaksi saham CHEM pada perdagangan kemarin mencapai Rp 36,44 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 278,95 juta lembar saham. Investor asing mengoleksi saham CHEM sebesar Rp 629,07 juta di pasar reguler.

Menurut data perdagangan, sejak debut perdananya hingga kemarin, saham CHEM hanya mencatatkan penguatan sekali saja, yakni pada perdagangan perdananya, 8 Juli lalu. Sedangkan sisanya terkoreksi dan sekali stagnan pada perdagangan Senin lalu.

Harga saham CHEM pun kini sudah berada di bawah harga penawaran perdananya di Rp 150/saham. Dari debut perdananya hingga kemarin, saham CHEM sudah terkoreksi hingga 24,67%.

Emiten kimia tekstil CHEM resmi melantai di bursa Tanah Air pada 8 Juli lalu atau sekitar dua pekan lalu. Perusahaan melepas sebanyak-banyaknya 500 juta saham baru yang merupakan Saham Biasa Atas Nama dengan nilai nominal Rp 25 setiap saham atau sebanyak-banyaknya 29,41% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam Perseroan setelah IPO.

CHEM, yang merupakan produsen bahan kimia industri tekstil, pada tahun 2021 mampu menorehkan pendapatan usaha sebesar Rp 89,62 miliar atau meningkat 13% bila dibandingkan dengan penjualan di tahun 2020 sebesar Rp 79,33 miliar.

Namun, ada beberapa risiko investasi yang mencakup harga bahan baku yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah, perubahan kebijakan perdagangan antarnegara, serta pengaruh geopolitik perang Rusia-Ukraina.

PT Chemstar Indonesia Tbk (CHEM) mengaku, akan menyikapi serius ancaman eksternal terkait ancaman inflasi dan nilai tukar. Sebab, hal itu juga dapat mempengaruhi kinerja bisnis perusahaan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular