Melemah Lagi, Rupiah Pepet Rp 15.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 19/07/2022 09:13 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (19/7/2022) setelah mampu mencatat penguatan tipis awal pekan kemarin.

Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,05% di Rp 14.975/US$. Tetapi tidak lama langsung berbalik melemah dengan persentase yang sama di Rp 14.990/US$ pada pukul 9:05 WIB.


Pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) pagi ini memang menunjukkan rupiah akan tertekan sebab posisinya lebih lemah ketimbang beberapa saat setelah penutupan kemarin.

Periode

Kurs Senin (18/7) pukul 15:13 WIB

Kurs Selasa (19/7) pukul 8:59 WIB

1 Pekan

Rp14.975,0

Rp14.983,0

1 Bulan

Rp14.014,3

Rp15.040,7

2 Bulan

Rp15.043,0

Rp15.072,6

3 Bulan

Rp15.078,1

Rp15.109,6

6 Bulan

Rp15.130,2

Rp15.189,7

9 Bulan

Rp15.242,7

Rp15.302,0

1 Tahun

Rp15.317,5

Rp15.343,4

2 Tahun

Rp15.750,9

Rp15.742,9

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Dalam beberapa hari terakhir, rupiah di pasar NDF sebenarnya sudah berada di atas Rp 15.000/US$ di semua tenor. Tetapi di pasar spot rupiah justru masih mampu bertahan di bawah level psikologis tersebut.

Pergerakan tersebut bisa menjadi indikasi ada Bank Indonesia (BI) di pasar yang selalu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Pasar kini menanti apakah BI akan menaikkan suku bunga atau tidak di pekan ini. BI sudah mempertahankan suku bunga acuan di rekor terendah 3,5% dalam 16 bulan beruntun, meski sebelumnya juga sudah melakukan normalisasi kebijakan.

"Sebagai bagian dari normalisasi kebijakan moneter, Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan langkah-langkah normalisasi likuiditas. Setelah menaikkan rasio Giro Wajib Minimum(GWM) yang implementasinya dilakukan secara gradual,"

"BI juga memperkuat pelaksanaan Operasi Moneter Rupiah melalui penjualan SBN di pasar sekunder. Penjualan SBN tersebut bertujuan untuk menyerap kelebihan likuiditas di pasar keuangan sehingga dapat memperbaiki kondisi supply-demand baik di pasar uang maupun di pasar SBN," kata Edi Susanto, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI kepada CNBC Indonesia, Senin (18/7/2022).

Selain itu data inflasi dari zona euro menjadi perhatian. Berdasarkan data awal inflasi di zona euro pada bulan Juni tercatat melesat 8,1% (yoy) yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Data final inflasi di blok 19 negara tersebut akan dirilis pada Selasa (19/7/2022) dan diperkirakan akan lebih tinggi lagi menjadi 8,6% (yoy), berdasarkan konsensus Trading Economics.

Dengan inflasi yang semakin tinggi, ada kemungkinan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Risiko resesi pun semakin membesar. Dalam kondisi tersebut, dolar AS akan diuntungkan sebab menyandang status safe haven, sementara rupiah berisiko tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS