Awal Pekan Bursa Asia Pesta Pora! Hang Seng Melejit 2,7%

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 18/07/2022 16:46 WIB
Foto: Karyawan Bursa Korea (KRX) berpose di depan indeks harga saham akhir selama kesempatan berfoto untuk media di acara penutupan seremonial pasar saham 2018 di Seoul, Korea Selatan, 28 Desember 2018. REUTERS / Kim Hong- Ji

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup cerah bergairah pada perdagangan Senin (18/7/2022) awal pekan ini, di mana investor cenderung optimis pada hari ini.

Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik pada hari ini, yakni ditutup melejit 2,7% ke posisi 20.846,18.

Satu saham teknologi China dan satu saham properti China yang terdaftar di bursa Hong Kong menjadi penopangnya, yakni saham Meituan yang melonjak 5,86% dan saham Longfor melesat 4,11%.


Sedangkan sisanya juga ditutup semringah hari ini. Indeks Shanghai Composite China melonjak 1,55% ke 3.278,1, ASX 200 Australia melompat 1,23% ke 6.687,1, Straits Times Singapura menguat 0,73% ke 3.121,76, KOSPI Korea Selatan terdongkrak 1,9% ke 2.375,25, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir naik 0,11% ke posisi 6.659,25.

Sementara untuk indeks Nikkei Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Laut.

"Suasana positif menjadi urutan hari ini dalam perdagangan Asia di mana investor menimbang kondisi makroekonomi lokal," kata Robert Carnell dan Iris Pang dari ING, menulis dalam laporan riset hariannya, dikutip dari CNBC International.

Awal pekan yang positif secara luas di Asia-Pasifik datang di tengah sentimen global yang lebih kuat. Reli bantuan terjadi pada Jumat pekan lalu, karena trader bertaruh bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) akan kurang agresif pada pertemuan mendatang.

Wall Street Journal (WSJ) melaporkan pada Minggu kemarin bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berada di jalur untuk menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp) pada pertemuannya di akhir bulan ini, daripada kenaikan 100 bp seperti yang diperkirakan beberapa analis.

Kecemasan akan resesi telah mendominasi sentimen perdagangan di beberapa pekan ini, di mana pasar khawatir akan keagresifan The Fed untuk meredam inflasi yang telah melonjak.

Pekan lalu, data inflasi dari Indeks Harga Konsumen (IHK) melesat 9,1% di Juni dan telah melampaui prediksi pasar, serta mencapai level tertinggi sejak 1981.

Hal tersebut membuat para pelaku pasar bertaruh bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar persentase poin penuh pada pertemuannya di akhir Juli.

Sebagai catatan, sudah tiga kali dalam paruh pertama 2022, bank sentral yang dipimpin Jerome Powell itu menaikkan suku bunga. Tiap kenaikan pun makin agresif. Setelah 25 basis poin (bp), naik menjadi 50 bp dan terakhir 75 bp.

Kenaikan suku bunga dinilai membuat ekonomi dunia bertumbuh dengan lambat bahkan terancam resesi.

The Fed merilis laporan dari 12 distrik Fed yang dikenal sebagai "Beige Book" pada Rabu lalu, yang menunjukkan kekhawatiran terhadap potensi resesi karena inflasi yang tinggi.

"Kesimpulan untuk investor adalah kebijakan The Fed akan tetap bergantung pada data dan The Fed akan melanjutkan jalur pengetatan yang agresif sampai tekanan inflasi memuncak dengan pasti," tulis analis BCA Research di dalam risetnya dikutip CNBC International.

Dia juga menambahkan bahwa tekanan harga yang terus menerus akan menyebabkan kenaikan suku bunga acuan yang besar pada pertemuan selanjutnya di 26-27 Juli. Namun, masih ada ruang untuk perbaikan data ekonomi sebelum pertemuan pada September atau 8 pekan lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor