Awal Pekan yang Berombak! IHSG Sesi I Berakhir Stagnan
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah bergerak cukup berombak sejak pagi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup stagnan nyaris sama dengan pembukaan pada penutupan perdagangan sesi I Senin (18/7/2022).
Pergerakan IHSG masih berada di tengah bayang-bayang isu resesi yang lagi-lagi membuat indeks saham Tanah Air bergerak volatil belakangan ini.
IHSG dibuka menguat tipis 0,11% di posisi 6.659 dan ditutup nyaris sama dengan pembukaan atau naik tipis 0,12 poin ke 6.652,03 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 5,32 triliun dengan melibatkan lebih dari 10 miliar saham.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG berada di zona hijau. Selang 10 menit perdagangan IHSG terpantau menguat 0,35% di 6.676,78. Pukul 10:00 WIB IHSG sempat berbalik arah melemah 0,01% di 6.651,12.
Pukul 10:06 WIB IHSG terpantau kembali menguat. Pukul 11:28 WIB, IHSG malah berbalik arah ke zona merah dan ditutup nyaris sama dengan pembukaan.
Level tertinggi berada di 6.702,07 sesaat setelah perdagangan dibuka dan level terendah berada di 6.641,09. Mayoritas saham siang ini menguat yakni sebanyak 245 unit, sedangkan 242 unit lainnya melemah dan 168 sisanya stagnan.
Sentimen pergerakan IHSG masih terkait ancaman resesi global yang turut menyelimuti pasar keuangan Tanah Air. Bursa saham Amerika Serikat tertunduk lesu pekan lalu. Inflasi yang makin memanas juga membuat uang investor di aset berisiko bisa "kebakaran".
Pada Selasa (19/7/2022) Uni Eropa akan mengumumkan inflasi finalnya untuk Juni. Menurut jajak pendapat analis Reuters, inflasi zona Eropa akan mencapai 8,6% secara tahunan (year-on-year). Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah.
Tingginya inflasi di zona Eropa didorong oleh harga energi yang melambung. Penyebabnya adalah aliran energi dari Rusia distop sebagai sanksi terhadap Rusia yang menyerang Ukraina. Masalahnya Rusia adalah pemasok energi terbesar di Uni Eropa, sehingga pasokan pun semakin langka.
Hal ini kemudian membuat Bank Uni Eropa (ECB) diperkirakan akan menaikkan suku bunganya dari semula 0% menjadi 0,25% pada pertemuan 21 Juli nanti yang menandakan sudah mengakhiri era suku bunga rendah.
Kemudian investor juga patut mencermati rilis data klaim pengangguran AS pada pekan yang berakhir 16 Juli yang diperkirakan sebesar 240.000. Jumlah tersebut lebih rendah dari pekan sebelumnya sebesar 244.000.
Hal tersebut akan jadi pijakan The Fed untuk memuluskan langkah dalam menaikkan suku bunga dengan agresif karena tingkat pengangguran yang masih terjaga rendah.
Dinamika ekspektasi investor terhadap kebijakan kenaikan suku bunga The Fed masih akan membayangi pasar saham Indonesia minggu ini.
Sementara dari dalam negeri, perhatian utama investor tertuju pada Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis (21/7/2022).
Pasar tentunya akan melihat apakah BI masih akan mempertahankan suku bunganya di rekor terendah 3,5%. Jika masih dipertahankan, maka selisih suku bunga dengan The Fed akan semakin menyempit, ada risiko capital outflow yang terjadi di pasar obligasi akan semakin besar.
Sementara jika dinaikkan, maka akan meningkatkan daya tarik SBN, dan mendongkrak nilai tukar rupiah. Tetapi, risikonya laju pertumbuhan ekonomi akan melambat.
Kenaikan suku bunga acuan dapat menjadi sentimen negatif bagi pasar. Sebab kenaikan suku bunga acuan dapat menghambat laju ekspansi perusahaan karena suku bunga kredit pun juga ikut naik sehingga beban utang makin tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/vap)