
Wow! Emiten 'Crazy Rich' Medan Bakal Bagi Dividen Rp109 M

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten perkebunan kelapa sawit, PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) milik 'crazy rich' asal Sumatera Utara akan bagikan dividen Rp 109 miliar dari laba bersih yang di peroleh tahun 2021.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham STAA diantaranya : PT Malibu Indah Lestari (36,69%), PT Kedaton Perkasa (28,87%), Russel Mamita Widjaya (13,32%), dan Ghani (6,34%).
Pihak pengendali dan pemilik manfaat sebenarnya (ultimate beneficial owner) Perseroan adalah Suwandi Widjaja.
Diketahui STA Resources menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) sekaligus Paparan Publik (Public Expose) secara daring pada Jumat (15/7/2022).
Sejumlah agenda penting disetujui di antaranya pengesahan Laporan Tahunan Tahun Buku 2021 dan penetapan penggunaan laba bersih Tahun Buku 2021 yang senilai Rp 1,08 triliun.
Para pemegang saham menyetujui pembagian dividen tunai sebesar Rp 359,03 miliar. Hal ini setara dengan 33,34% Dividend Payout Ratio (DPR)dan 2.87% Dividend Yield (per harga saham Rp 1.250).
Dividen terdiri dari Rp 250 miliar sebagai dividen interim yang sudah dibagikan kepada para pemegang saham sebelum perusahaan melakukan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) dan Rp 109,03 miliar atau setara dengan Rp 10/unit saham yang dibagikan sebagai dividen tunai.
Mosfly Ang, Direktur Utama STA Resources, mengatakan perseroan memang berkomitmen akan membagikan dividen kepada para pemegang saham sesuai dengan komitmen saat perusahaan memutuskan untuk listing di BEI.
Sebagai informasi, PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Emiten yang menggunakan kode saham STAA ini menjadi perusahaan ke-11 yang melantai di BEI pada tahun 2022.
Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit ini melepas sebanyak 903.372.600 saham baru dengan nilai nominal Rp 100/saham atau sebanyak 8,29% dari modal ditempatkan atau disetor penuh. Adapun harga penawaran dari aksi korporasi ini sebesar Rp 600/saham.
"Setelah IPO, kami berencana membagikan dividen kas kepada pemegang saham di kisaran 30% dari laba bersih dengan tidak mengabaikan tingkat kesehatan keuangan kami dan tanpa mengurangi hak dari RUPS untuk menentukan lain sesuai dengan anggaran dasar perseroan," jelasnya dalam Paparan Publik, Jumat (15/7/2022).
Jika melihat laporan keuangan perseroan, tahun 2021 STTA berhasil mencatatkan laba bersih Rp 218,07 miliar untuk dana cadangan wajib perusahaan dan sisa dana yang belum ditentukan penggunaannya akan ditetapkan sebagai laba ditahan untuk menambah modal kerja perusahaan.
Perseroan berhasil membukukan penjualan neto Rp 5,88 triliun, naik 39,96% dari penjualan neto tahun 2020 Rp 4,20 triliun. Dari penjualan tersebut, laba periode tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 1,08 triliun, meroket 162,72% dari Rp 410,03 miliar di tahun 2020.
Di sisi lain, dalam RUPST tersebut juga disampaikan laporan realisasi penggunaan dana bersih hasil IPO sebesar Rp 526,69 miliar.
Per Juni 2022, dana IPO sudah dipakai untuk pembangunan refinery Rp 1,48 miliar (0,28% dari target alokasi), pembangunan fasilitas dermaga Rp 304 juta (0,06%) dan tangki timbun Rp 25,50 juta (0,00%). Jadi, dana IPO baru terpakai Rp 1,81 miliar dan tersisa Rp 524,88 miliar yang belum digunakan.
Kinerja kuartal I-2022 (Q1) sangat positif dengan pendapatan Rp 1,63 triliun, naik 44,24% dari periode yang sama tahun lalu Rp 1,13 triliun. Laba bersih diraih Rp 432,39 miliar, melesat 155% dari tahun sebelumnya Rp 169,67 miliar.
Dengan kinerja yang kuat, STAA juga meringankan tingkat hutangnya dengan pelunasan sebesar Rp 117,00 miliar kepada Bank Mandiri.
Penjualan terbesar di Q1-2022 masih dari produk minyak sawit Rp 1,31 triliun atau 80,36% dari total pendapatan. Sementara sisanya disumbang inti sawit, lalu TBS, bungkil sawit dan ampas sawit. Penjualan ke pasar lokal dominan mencapai Rp 1,61 triliun, sisanya Rp 22,54 miliar untuk ekspor.
Tahun 2020 hingga 2021 lalu kondisi usaha di seluruh dunia belum normal akibat kasus Covid-19. Namun di tengah ketidakpastian itu, perseroan mampu membukukan kenaikan kinerja yang signifikan seiring dengan naiknya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai produk utama perseroan di pasar dunia.
Kemudian, Tahun 2021, perseroan berhasil menjual 574.539 ton produk, meliputi minyak sawit, minyak inti sawit, Tandan Buah Segar (TBS), inti sawit, bungkil sawit dan ampas sawit. Namun jumlah volume penjualan itu turun tipis 4,73% dari tahun 2020 sebesar 603.051 ton.
Pencapaian kinerja perseroan sangat diuntungkan dengan harga CPO di pasar internasional yang pernah mencatat level tertinggi dalam sejarah Indonesia yaitu US$1.435/ton di CIF Rottterdam dan MYR 5.400/ton di Malaysian Derivatives Exchange (MDEX).
Prospek sawit sangat menjanjikan, apalagi produk CPO dan turunannya masih menjadi komoditas unggulan penyumbang devisa Indonesia. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bahkan mengungkapkan nilai ekspor CPO menembus US$35 miliar di 2021, naik 52,8% dari US$22,9 miliar di 2020.
Sebab itu, perseroan akan fokus mengembangkan hilirisasi sehingga memberikan nilai tambah dari produk baru dan terjadi diversifikasi basis pelanggan.
Di bidang pemasaran, STAA akan meningkatkan kinerja bisnis hulu (upstream) dan ekspansi di bisnis hilir (downstream) melalui pembangunan refinery berkapasitas 2.000 MT CPO/hari, bersamaan dengan pembangunan fasilitas dermaga dan tangki timbun berkapasitas 35.000 MT akan selesai pada Oktober 2023.
Bisnis CPO berpotensi besar dapat menguntungkan produsen karena margin laba yang besar, permintaan internasional yang tinggi diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia sebesar 9,6 miliar pada tahun 2050, lalu tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding minyak nabati yang lain, dan gencarnya kampanye penggunaan biofuel secara global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah