
Pasar Saham RI Dihantui Resesi, Begini Kata Para Analis

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian global saat ini sedang bergejolak. Indonesia sebagai negara berkembang juga dapat terdampak terhadap isu-isu kebijakan ekonomi maupun geopolitik yang berasal dari negara-negara maju.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan, jika melihat dinamika perekonomian global secara umum, situasi saat ini sangat kompleks karena kekhawatiran terhadap potensi perlambatan ekonomi dan resesi global.
"Seperti suplai chain, kebijakan, inflasi, konflik Rusia-Ukraina, potensi terjadi resesi global, semua itu sudah digarisbawahi oleh lembaga internasional. Tentu ini sebenarnya dari kompleksitas permasalahan tersebut memang berefek pada kinerja pertumbuhan di negara yang terkena efek sentimen tersebut," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (15/7/2022).
Pengaruh kondisi global terhadap pun juga berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Namun, saat ini Indonesia terbantu pada momentum booming komoditas akibat dari adanya pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi RI dapat bertahan karena ditopang oleh peningkatan ekspor.
"Sangat stabil ditopang oleh peningkatan ekspor, meski impor naik tapi malah bersyukur neraca perdagangan sambil riiis neraca peragangan," ungkapnya.
Menurutnya, meskipun ancama inflasi juga membayangi pertumbuhan ekonomi RI, namun tren kenaikan inflasi Indonesia tidak seperti inflasi negara lain. "Kenaikan inflasi di Indonesia, meski ada tren naik tapi di kisaran lebih rendah dari negara maju," ucapnya.
Ia melanjutkan lebih jauh, terkait kebijakan moneter di Indonesia sendiri masih aman. Sebab Bank Indonesia diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga di level rendah karena kondisi inflasi yang relatif masih terkendali.
Perekonomian RI, lanjutnya, diperkirakan masih progresif dari tahun sebelumnya meskipun dibayangi oleh turbulensi pasar. Sehingga, arus investasi masuk ke pasar modal masih mengalir. "Para investor akan memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.
Kedeoannya, Ia menambahkan, pelaku pasar akan melihat implementasi kebijakan omnibus law secara optimal yang akan menjadi angin segar bagi investasi masuk ke sektor riil dan pasar modal.
Di sisi lain, laporan keuangan emiten yang progresif menambah keyakinan investor untuk tetap berinvestasi di pasar modal. "Tahun ini kita proyeksikan akan lebih positif apalagi emiten yang direkomendasikan sekuritas di sektor keuangan karena pertumbuhan kredit optimis tahun ini," sebutnya.
Sementara, analis PT Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova yang mengatakan, melihat kondisi saat ini, nilai tukar rupiah akan berpengaruh terhadap pelaku usaha yang masih bergantung pada bahan baku yang diimpor. Sementara kebijakan suku bunga BI mempengaruhi terhadap biaya modal khususnya perusahaan yang memiliki komposisi hutang jumbo.
Meskipun tren aliran keluar dana asing masih terjadi, namun optimisme terhadap perekonomian domestik dapat membuat pasar saham bertahan dari gempuran isu gejolak global.
"kita optimis bahwa perekonomian kita masih bisa bertahan seperti pengalaman yang sudah kita lalui sebelumnya," ungkapnya.
Pihaknya masih optimis IHSG dalam skenario terbaik dapar kembali ke level 7.000. "Berkaca pada gejolak di 2008 dan 2020 kemarin maka pemulihan terhadap pasar saham diperkirakan terjadi dalam waktu kurang dari 2 tahun," pungkasnya.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gagal Total ke 7.000, IHSG Harus Terima Kenyataan Drop 0,77%