
Meski Neraca Dagang RI Surplus, Rupiah Stagnan Vs Dolar AS!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah bergerak stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga di pertengahan perdagangan Jumat (15/7/2022). Namun, rupiah berpeluang menguat meski tipis jika mengacu pada pasar Non-Deliverable forward (NDF). Melansir Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah tertahan di Rp 14.990/US$ hingga pada pukul 11:00 WIB.
Indeks dolar AS pada perdagangan Kamis (14/7) sempat menyentuh posisi 109,29 dan menjadi posisi tertinggi sejak September 2002, tapi kemudian memangkas penguatannya dan berakhir di 108,5.
Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS kembali menunjukkan keperkasaanya, menguat 0,02% ke 108,56 terhadap 6 mata uang dunia lainnya. Di sepanjang pekan ini, indeks dolar AS telah menguat 1,58% dan berada pada jalurnya untuk pekan ketiga penguatannya.
"Jelas ada kecenderungan yang lebih luas di pasar saat ini, mengingat situasi ketidakpastian geopolitik yang berlangsung, serta tekanan di Eropa karena pasokan energi berpotensi terhambat dan proyeksi kenaikan suku bunga di AS," tutur Kepala Ahli FX Scotiabank Shaun Osborne dikutip dari Reuters.
Bahkan, Ahli Strategi Mata Uang Westpac Sean Callow memprediksikan indeks dolar AS akan mencapai ke atas level 111 dalam beberapa pekan mendatang karena kekhawatiran akan resesi memicu permintaan mata uang safe haven.
Pada Kamis (14/7), dua pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang paling hawkish mengatakan mereka berharap kenaikan suku bunga hanya 75 basis poin (bps) pada pertemuan bulan ini. Padahal, beberapa analis memprediksikan kenaikan suku bunga acuan akan agresif hingga 100 bps.
"Anda tidak ingin sungguh melebih-lebihkan kenaikan suku bunga karena kenaikan tiga perempat poin persetanse sudah 'besar'," tutur Gubernur Fed Christopher Waller, seraya menambahkan bahwa The Fed sungguh bertekad untuk membawa inflasi kembali ke target 2%.
Senada, Presiden Fed St. Louis James Bullard juga menilai besaran 75 bps akan sangat sesuai dengan kondisi bulan ini. Bullard juga mendukung pembatasan permintaan dengan kenaikan suku bunga lebih lanjut sampai inflasi inti (yang tidak termasuk harga makanan dan energi) mulai turun.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca dagang Indonesia di Juni 2022 yang kembali mencetak suplus selama 26 kali beruntun dengan nilai US$5,09 miliar. Angka tersebut berhasil melampaui prediksi analis Reuters di US$3,52 miliar dan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia di US$3,42 miliar.
Nilai ekspor melesat 40,68% secara tahunan menjadi US$26,09 miliar dan naik 21,3% secara bulanan. Sedangkan, nilai impor senilai US$ 21 miliar. Impor secara year on year (yoy) tumbuh21,98% dan 12,87% secara month on month (mom).
Rilis data ekonomi yang baik tentunya dapat menjadi bantalan bagi perekonomian RI untuk menghadapi tekanan global, termasuk kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed.
Jika mengacu pada pasar Non-Deliverable forward (NDF), rupiah masih berpeluang untuk menguat meski tipis ketimbang dengan penutupan perdagangan pada Kamis (15/7).
Periode | Kurs Kamis (14/7) pukul 15:17 WIB | Kurs Jumat (15/7) pukul 11:05 WIB |
1 Pekan | Rp15.090,6 | Rp15.081,9 |
1 Bulan | Rp15.157,3 | Rp15.139,2 |
2 Bulan | Rp15.206,5 | Rp15.184,3 |
3 Bulan | Rp15.208,8 | Rp15.217,6 |
6 Bulan | Rp15.293,0 | Rp15.289,1 |
9 Bulan | Rp15.353,7 | Rp15.342,3 |
1 Tahun | Rp15.433,2 | Rp15.449,9 |
2 Tahun | Rp15.770,3 | Rp15.748,5 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Habis Tenaga, Rupiah Lesu Di Saat Mata Uang Asia Menguat
