Bursa Asia Ditutup Bervariasi, Tapi STI Ambles 1% Lebih

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
14 July 2022 18:06
FILE PHOTO: Men stand in front of a stock quotation board outside a brokerage in Tokyo, Japan December 19, 2018. REUTERS/Issei Kato
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik kembali ditutup beragam pada perdagangan Kamis (14/7/2022), di mana investor masih mengevaluasi data inflasi terbaru di Amerika Serikat (AS).

Indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,62% ke posisi 26.643,39, ASX 200 Australia terapresiasi 0,44% ke 6.650,6, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melesat 0,74% ke 6.690,087.

Sementara untuk indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,22% ke 20.751,21, Shanghai Composite China turun tipis 0,08% ke 3.281,74, Straits Times Singapura ambles 1,22% ke 3.090,63, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,27% ke posisi 2.322,32.

Dari Singapura, Kementerian Perdagangan dan Industri (MIT) memperkirakan produk domestik bruto (PDB) negara itu tumbuh 4,8% pada kuartal kedua 2022 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Perkiraan PDB Singapura pada kuartal II-2022 naik dari 4% pada kuartal pertama tahun ini, tetapi lebih rendah dari pertumbuhan 5,2% yang diperkirakan para analis dalam survei Reuters.

Sementara itu dari Australia, Biro Statistik Australia pagi ini melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 3,5% pada Juni lalu, dari bulan sebelumnya yakni Mei lalu sebesar 3,9%. Tingkat pengangguran tersebut menjadi yang terendah sejak Agustus 1974.

Selain itu, sepanjang bulan lalu perekonomian Australia tercatat mampu menyerap 88.000 tenaga kerja.

Meski pasar tenaga kerja sangat kuat, tetapi dolar Australia belum mampu melaju kencang. Sebab, Negeri Kanguru diperkirakan akan mengalami resesi akibat tingginya inflasi, serta kebijakan bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) yang agresif menaikkan suku bunga.

"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Rob Subbraman, kepala ekonom Nomura dalam acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).

Subbraman memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan, Uni Euro, Inggris, Jepang, Australia, Kanada dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.

"Kenaikan suku bunga yang agresif artinya kita melihat kebijakan front loading. Dalam beberapa bulan kami telah melihat risiko resesi, dan sekarang beberapa negara maju benar-benar jatuh ke jurang resesi," tambah Subbraman.

Di lain sisi, pelaku pasar di Asia-Pasifik cenderung merespons beragam data inflasi AS terbaru yang dirilis pada Rabu pagi waktu AS atau Rabu malam waktu Indonesia.

Inflasi AS dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada bulan lalu kembali melonjak 9,1%secara tahunan (year-on-year/yoy). Laju inflasi aktual tersebut lebih tinggi dari perkiraan pasar yang memprediksi hanya naik 8,8% secara tahunan.

Laju inflasi Juni 2022 juga lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang hanya 8,6% (yoy). Kini, inflasi AS sudah mencapai laju tertingginya sejak November 1981.

Inflasi inti AS yang mencerminkan kenaikan harga barang dan jasa di luar harga pangan serta energi naik 5,9% (yoy). Pun lebih tinggi dari estimasi konsensus di angka 5,7%.

Melihat inflasi AS yang masih mengganas tersebut, pelaku pasar mulai memperkirakan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (bp).

Untuk diketahui, sebelum rilis data inflasi semalam, mayoritas pelaku pasar masih memperkirakan The Fed bakal mengerek Fed Funds Rate/FFR (suku bunga acuan AS) sebesar 75 bp.

Namun setelah rilis data inflasi tersebut, pelaku pasar memperkirakan ada peluang sebesar 51,1% Fed bakal lebih agresif dengan menaikkan FFR sebesar 100 bp, jika mengacu pada CME FedWatch.

"Tak ada jalan lain, kecuali The Fed harus lebih agresif dalam waktu dekat dan menghajar sisi permintaan. Itu yang akan memicu resesi sekarang," tutur Liz Ann Sonders, analis Charles Schwab seperti dikutip CNBC Internnational.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular