
Winter is Coming! Crash Pasar Kripto Lebih Parah dari 2018

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar kripto saat ini kembali mengalami fenomena musim dingin atau crypto winter, di mana fenomena ini terjadi saat penurunan harga aset kripto diikuti dengan stagannya harga dalam waktu yang lama.
Cryptocurrency telah mengalami penurunan yang brutal tahun ini, hingga kehilangan nilainya mencapai US$ 2 triliun, sejak puncak reli besar-besaran pada tahun lalu.
Bitcoin, koin digital (token) terbesar di dunia, telah menurun hingga 70% dari level tertinggi sepanjang masanya yang terbentuk pada November tahun lalu yakni nyaris menyentuh US$ 69.000.
Banyak ahli membenarkan kondisi pasar kripto saat ini yang sedang mengalami crypto winter.
Crypto winter pernah dialami Bitcoin pada 2018 lalu, ketika harganya ambrol lebih dari 70%, kemudian stagnan cenderung menurun hingga April 2019.
Tetapi, ada sesuatu yang berbeda antara crypto winter tahun 2018 dengan yang sekarang, di mana crypto winter tahun ini cenderung lebih parah dibandingkan dengan 2018.
Hal ini terjadi disebabkan karena banyak faktor, bukan hanya bagian bari pasar yang sudah bubble.
Namun, apa yang membedakan fenomena crypto winter 2018 dengan yang sekarang, berikut ini perbedaan kondisi yang menyebabkan crypto winter di tahun 2018 dengan tahun ini.
1. Perbedaan Crypto winter 2018 dengan 2022
Kembali ke tahun 2018, Bitcoin dan token lainnya merosot tajam setelah kenaikan tajam pada tahun 2017. Hal ini mirip dengan yang terjadi tahun ini.
Pasar kemudian dibanjiri dengan apa yang disebut penawaran koin awal (initial coin offering/ICO), di mana orang dengan rela menuangkan uangnya ke dalam aset kripto yang muncul di kiri, kanan dan tengah, tetapi sebagian besar proyek tersebut akhirnya gagal.
"Crash kripto di 2017 sebagian besar disebabkan oleh bubble yang sudah pecah," kata Clara Medalie, direktur riset di perusahaan data kripto Kaiko, mengatakan kepada CNBC International.
Namun crash kripto saat ini lebih kompleks dibanding pada tahun 2017, di mana pasar kripto sudah mulai membentuk tren penurunan sejak awal tahun ini.
Hal ini karena investor sudah memprediksi bahwa tahun 2022 sebagai tahun yang cenderung sulit bagi pasar kripto, karena faktor ekonomi makro yang cenderung memburuk.
Inflasi yang terus meninggi dan menyebabkan bank sentral Amerika Serikat (S), Federal Reserve (The Fed) dan bank sentral lainnya secara agresif menaikkan suku bunga. Faktor-faktor ini tidak terjadi pada crash kripto 2017-2018.
Bitcoin dan cryptocurrency lainnya semakin berkorelasi erat dengan aset berisiko lainnya, khususnya saham. Bitcoin membukukan kuartal terburuknya dalam lebih dari satu dekade pada kuartal kedua tahun ini. Pada periode yang sama, Nasdaq yang sarat teknologi turun lebih dari 22%.
Pembalikan pasar kripto yang tajam itu membuat banyak investor besar di industri kripto mulai mengalami masa-masa sulit akibat lesunya kripto.
Puncaknya yakni pada pertengahan bulan lalu, investor besar yang secara mayoritas terdiri atas perusahaan dana lindung nilai (hedging)hingga perusahaan pemberi pun akhirnya terkena krisis likuiditas.
"Perbedaan lainnya adalah tidak ada pemain besar Wall Street yang menggunakan "posisi yang sangat berpengaruh" pada tahun 2017 dan 2018," kata Carol Alexander, profesor keuangan di Universitas Sussex.
2. Kehancuran Token Terra
Awal dari kejatuhan kripto tahun ini berasal dari Terra, di mana dua token Terra terpantau ambruk. Bahkan, stablecoin satu-satunya di ekosistem Terra yakni TerraUSD gagal mempertahankan pasaknya di US$ 1.
TerraUSD atau UST adalah stablecoin algoritma yang seharusnya dipatok dengan rasio 1:1 dengan dolar AS. Ini bekerja melalui mekanisme kompleks yang diatur oleh suatu algoritma. Tapi UST kehilangan pasak dolarnya yang menyebabkan sister-coin-nya yakni Terra Luna ikut ambruk.
Hal ini tak hanya mengirimkan gelombang kejut melalui industri kripto, tetapi juga memiliki efek knock-on pada perusahaan yang terpapar UST, khususnya hedge fund Three Arrows Capital atau 3AC.
"Runtuhnya blockchain Terra dan stablecoin UST secara luas tidak terduga setelah periode pertumbuhan yang luar biasa," kata Medalie.
3. Daya tarik dari Leverage-nya
Investor kripto membangun leverage dalam jumlah besar berkat munculnya skema pinjaman terpusat dan apa yang disebut keuangan terdesentralisasi (desentralized finance/DeFi), istilah umum untuk produk keuangan yang dikembangkan di blockchain.
Namun, sifat leverage berbeda dalam siklus tahun ini dibandingkan dengan tahun 2017. Pada tahun 2017, leverage sebagian besar diberikan kepada investor ritel melalui derivatif pada pertukaran cryptocurrency.
Ketika pasar crypto menurun di 2018, posisi yang dibuka oleh investor ritel secara otomatis dilikuidasi di bursa karena mereka tidak dapat memenuhi margin call, yang dapat memperburuk penjualan.
Sebaliknya, leverage yang menyebabkan penjualan paksa pada kuartal II-2022 telah diberikan kepada dana kripto dan lembaga pemberi pinjaman oleh deposan ritel kripto yang berinvestasi dengan orientasi imbal hasil.
"Ada banyak pinjaman tanpa jaminan atau undercollateralized karena risiko kredit dan risiko pihak lawan tidak dinilai dengan kewaspadaan. Ketika harga pasar turun di kuartal II tahun ini, perusahaan pemberi pinjaman dan perusahaan kripto lainnya terpaksa melakukan force sell karena banyak yang tidak memenuhi margin call-nya," kata Martin Green, CEO perusahaan perdagangan kuantitatif, Cambrian Asset Management, dilansir dari CNBC International.
Margin call adalah suatu istilah yang terjadi saat broker akan memberitahukan pemegang posisi untuk melakukan penambahan modal atas dasar transaksi margin.
Hal yang mengerikan akan terjadi apabila sang pemegang posisi tidak mampu membayar margin call tersebut. Apabila tidak mampu menyetorkan dana dalam kurun waktu tertentu, sang broker akan melakukan penutupan terhadap seluruh posisi yang dimiliki oleh perseroan baik melakukan penjualan pada posisi long (forced sell) ataupun pembelian pada posisi short.
4. High yield, high risk
Inti dari gejolak baru-baru ini dalam aset kripto adalah banyak perusahaan kripto yang menjanjikan return kepada investornya, termasuk investor ritel, agar mereka dengan mudah masuk dan berinvestasi di perusahaan tersebut.
Seperti contoh Celsius Network, perusahaan lending kripto tersebut menjanjikan imbal hasil lebih dari 18%, jika investor menyimpan kripto mereka di Celsius. Namun pada pertengahan bulan lalu, Celsius mengumumkan untuk menangguhkan layanan penarikan dana oleh nasabah.
Celsius layaknya bank konvensional, di mana mereka beroperasi dengan menghimpun dana dari para investor, kemudian dana dari investor tersebut dapat digunakan untuk memberi pinjaman ke pemain lain, tentunya dengan imbal hasil yang cukup tinggi.
Para pemain lain itu akan menggunakannya untuk trading dan keuntungan Celsius yang dihasilkan dari transaksi tersebut akan digunakan untuk membayar kembali investor yang menyetor kripto.
Tetapi ketika krisis melanda, model bisnis ini diuji. Celsius terus menghadapi masalah likuiditas dan harus menghentikan penarikan dana dengan alasan 'kondisi pasar yang ekstrem'.
"Pemain yang mencari imbal hasil tinggi menukar uang fiat dengan kripto menggunakan platform pinjaman sebagai penjaga, dan kemudian platform tersebut menggunakan dana yang mereka kumpulkan untuk melakukan investasi yang sangat berisiko, hal ini yang menjadi pemicu kejatuhan perusahaan kripto tersebut," kata Alexander dari Universitas Sussex.
5. Krisis Three Arrows Capital (3AC)
Satu masalah yang menjadi jelas akhir-akhir ini adalah seberapa banyak perusahaan kripto mengandalkan pinjaman satu sama lain.
Three Arrows Capital (3AC) merupakan perusahaan hedge fund yang berfokus pada kripto. Perusahaan yang berbasis di Singapura tersebut telah menjadi salah satu korban terbesar dari kejatuhan pasar kripto.
Mirisnya, 3AC dikabarkan memiliki eksposur Terra Luna, sehingga krisis yang di alami oleh 3AC merupakan bentuk kesalahan investasinya di masa lalu.
Pada akhir bulan lalu, 3AC resmi dinyatakan gagal bayar (default) oleh salah satu perusahaan peminjaman kripto yakni Voyager Digital.
Akibatnya, 3AC jatuh ke dalam likuidasi dan mengajukan kebangkrutan berdasarkan 'Chapter 15' dari Kode Kepailitan di AS.
3AC dikenal dengan perusahaan hedge fund yang memasang taruhan sangat tinggi dan penganut bullish. Tetapi sejak kejatuhan kripto, banyak investor menyorotinya karena 3AC dinilai sudah salah mengambil strategi sedari awal.
"Secara keseluruhan, periode Mei-Juni merupakan periode yang buruk bagi pasar kripto. Kami melihat kehancuran beberapa perusahaan terbesar sebagian besar karena manajemen risiko mereka yang sangat buruk," Kata Medalie.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gerak Bitcoin di Situ-Situ Aja, yang Lain Malah Banyak Boncos
