Abaikan Inflasi AS, Bitcoin cs Bergairah Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas kripto utama berbalik menguat pada perdagangan Kamis (14/7/2022), meski inflasi di Amerika Serikat (AS) kembali melonjak pada periode Juni lalu.
Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:00 WIB, Bitcoin melonjak 4,21% ke harga US$ 20.252,19/koin atau setara dengan Rp 303.377.806/koin (asumsi kurs Rp 14.980/US$), sedangkan Ethereum melejit 6,3% ke posisi US$ 1.112,67/koin atau Rp 16.667.797/koin.
Sedangkan beberapa koin digital (token) alternatif (alternate coin/altcoin) seperti Solana melompat 6,18% ke US$ 34,95/koin (Rp 523.551/koin), BNB terdongkrak 4,72% ke US$ 233,04/koin (Rp 3.490.939/koin), XRP dan Cardano melesat masing-masing 3,57% dan 3,75%.
Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.
Bitcoin menguat ke zona psikologisnya di US$ 20.000 pada hari ini, setelah sempat terkoreksi ke kisaran US$ 19.000. Pasar kripto kembali bangkit, meski inflasi di AS kembali melonjak pada bulan lalu.
"Biasanya, ini adalah kabar buruk bagi ekonomi dan pasar, tetapi apakah itu hanya bagian dari data ekonomi buruk yang dilemparkan ke pasar atau apakah ini sudah diperhitungkan, sejauh ini investor setuju dengan hal itu," kata Alexandre Lores, direktur riset pasar blockchain di Quantum Economics dalam laporan riset hariannya, dikutip dari CoinDesk.
Sebelumnya, inflasi AS dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada bulan lalu kembali melonjak 9,1% secara tahunan (year-on-year/yoy). Laju inflasi aktual tersebut lebih tinggi dari perkiraan pasar yang memprediksi hanya naik 8,8% secara tahunan.
Laju inflasi Juni 2022 juga lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang hanya 8,6% (yoy). Kini, inflasi AS sudah mencapai laju tertingginya sejak November 1981.
Inflasi inti AS yang mencerminkan kenaikan harga barang dan jasa di luar harga pangan serta energi naik 5,9% (yoy). Pun lebih tinggi dari estimasi konsensus di angka 5,7%.
Melihat inflasi AS yang masih mengganas tersebut, pelaku pasar mulai memperkirakan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (bp).
Untuk diketahui, sebelum rilis data inflasi semalam, mayoritas pelaku pasar masih memperkirakan The Fed bakal mengerek Fed Funds Rate/FFR (suku bunga acuan AS) sebesar 75 bp.
Namun setelah rilis data inflasi tersebut, pelaku pasar memperkirakan ada peluang sebesar 51,1% Fed bakal lebih agresif dengan menaikkan FFR sebesar 100 bp, jika mengacu pada CME FedWatch.
"Tak ada jalan lain, kecuali The Fed harus lebih agresif dalam waktu dekat dan menghajar sisi permintaan. Itu yang akan memicu resesi sekarang," tutur Liz Ann Sonders, analis Charles Schwab seperti dikutip CNBC International.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun-yang menjadi acuan pasar-bertambah 7 bp ke 3,03%, sementara imbal hasil obligasi serupa bertenor 2 tahun melompat 11 bp menjadi 3,16%.
Artinya, terjadi kurva inversi (inverted yield curve), di mana imbal hasil obligasi tenor pendek bersinggungan dan bahkan melampaui obligasi tenor panjang. Hal ini dimaknai sebagai sinyal bakal terjadinya resesi.
Bank of America mengatakan bahwa ekonomi AS akan jatuh ke dalam mild recession tahun ini dan tingkat pengangguran akan mencapai 4,3% tahun depan dari level sekarang di 3,6%.
Meski katalis pasar hari ini cenderung negatif karena inflasi di AS yang kembali meninggi, tetapi investor tetap memburu kripto hari ini. Namun nampaknya mereka cenderung memburunya hanya sehari atau dua hari saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)