Rupiah Sakti! Menguat Saat Inflasi di Amerika "Menggila"
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mampu menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Kamis (14/7/2022). Padahal, inflasi di Amerika Serikat yang semakin gila membuat The Fed (bank sentral AS) diperkirakan akan semakin agresif menaikkan suku bunga. Hal ini seharusnya membuat rupiah terpukul, tetapi nyatanya di awal perdagangan masih cukup kuat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 14.990/US$ di pasar spot. Tetapi tidak lama, rupiah mampu berbalik menguat 0,05% ke Rp 14.979/US$ pada pukul 9:03 WIB.
Penguatan rupiah tersebut berlawanan dengan pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang sudah di atas Rp 15.000/US$ di semua tenor pagi ini.
Periode | Kurs Rabu (13/7) pukul 15:13 WIB | Kurs Kamis (14/7) pukul 8:53 WIB |
1 Pekan | Rp14.985,5 | Rp15.032,5 |
1 Bulan | Rp15.018,0 | Rp15.039,0 |
2 Bulan | Rp15.040,5 | Rp15.078,3 |
3 Bulan | Rp15.062,0 | Rp15.099,9 |
6 Bulan | Rp15.110,9 | Rp15.157,6 |
9 Bulan | Rp15.167,9 | Rp15.215,1 |
1 Tahun | Rp15.243,0 | Rp15.312,1 |
2 Tahun | Rp15.635,4 | Rp15.651,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Inflasi di Amerika Serikat masih belum menunjukkan tanda-tanda melandai, bahkan terlihat makin lepas kendali. Padahal The Fed sudah 3 kali menaikkan suku bunga dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.
Berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja AS, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) meroket 9,1% year-on-year (yoy) pada Juni, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 8,6% dan ekspektasi Dow Jones 8,8%.
The Fed di bawah Jerome Powell berencana menaikkan suku bunga 50 - 75 basis poin di bulan ini. Namun, pasar kini melihat bank sentral paling powerful di dunia ini akan menaikkan 100 basis poin.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat ada probabilitas sekitar 80% The Fed akan menaikkan suku bunga 100 basis poin menjadi 2,5% - 2,75% pada rapat kebijakan moneter 2 pekan ke depan.
Andrew Brenner, kepala aset fixed income internasional di National Alliance Securities mengatakan presiden The Fed wilayah Atalanta, Raphael Bostic yang menyatakan inflasi 9,1% menjadi perhatian, dan semua kemungkinan kenaikan suku bunga bisa terjadi.
Apalagi sebelumnya ada bank sentral Kanada yang memberikan kejutan kenaikan 100 basis poin.
"Anda sudah melihat bank sentral Kanada, sebelumnya kuat diperkirakan akan menaikkan suku bunga 75 basis poin, yang terlihat sangat agresif. Tetapi, tiba-tiba mereka menaikkan 100 basis poin," kata Brenner sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (13/7/2022).
Dengan ekspektasi tersebut, dolar AS semakin menjadi primadona. Fakta rupiah masih mampu menguat pagi ini kemungkinan karena ada intervensi dari Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas rupiah.
Seperti diketahui BI memiliki kebijakan triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, domestic NDF, dan pasar SBN guna menjaga stabilitas rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)