Rupiah Terus Melemah, Hindari Saham-Saham Ini

Putra, CNBC Indonesia
Kamis, 14/07/2022 06:46 WIB
Foto: Layar monitor menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan saham. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan rupiah terhadap dolar AS hingga mendekati Rp 15.000/US$ memang menjadi hal yang patut diwaspadai oleh investor saham.

Bagi emiten yang pendapatannya dalam dolar AS dan berorientasi ekspor seperti di sektor komoditas, pelemahan rupiah akan memberikan keuntungan.

Namun bagi emiten yang memiliki kewajiban dalam mata uang asing terutama dolar AS dalam jumlah yang besar dalam neraca (balance sheet) tentu akan menyangga beban berat.


Sebenarnya bukan hanya dari sisi seberapa besar tanggungan perusahaan dalam dolar AS, tetapi juga seberapa lama mata uang Indonesia akan terus melemah serta seberapa dalam koreksinya turut menentukan besarnya risiko yang ditanggung oleh emiten.

Sebenarnya risiko volatilitas nilai tukar yang dapat mempengaruhi kinerja bisnis emiten bisa dimitigasi melalui hedging sesuai yang diimbau oleh Bank Indonesia (BI).

Hedging dilakukan agar neraca keuangan tetap kuat bagi emiten dengan eksposur ke utang luar negeri. Di sisi lain bagi mereka emiten-emiten yang memiliki eksposur terhadap impor barang untuk bahan baku juga bisa disiasati dengan mengamankan pasokan terlebih dahulu jauh-jauh hari.

Untuk sekedar informasi, ada beberapa sektor yang sensitif terhadap pelemahan nilai tukar rupiah karena karakteristik industrinya.

Pertama adalah sektor farmasi. Sektor ini cenderung mengandalkan bahan baku impor karena memang bahan baku tersebut tidak tersedia dari dalam negeri lantaran industri pendukung yang belum memadai.

Pelemahan rupiah yang berkepanjangan akan berdampak pada biaya produksi yang meningkat dan menjadi ancaman bagi marjin laba. Salah satu perusahaan di sektor farmasi yang disorot adalah PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).

Selain di sektor farmasi, emiten yang juga memiliki eksposur risiko terhadap dolar AS dari sisi neraca keuangan karena memiliki kewajiban berupa obligasi USD adalah saham-saham bank pelat merah.

Bank pelat merah seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga memiliki kewajiban berupa obligasi berdenominasi dolar AS.

Selain bank, ada juga perusahaan yang bergerak di sektor gas yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang juga memiliki obligasi berdenominasi dolar AS.

Di sektor telekomunikasi juga ada emiten menara PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) yang memiliki obligasi dengan denominasi valas.

Pelemahan rupiah memang akan berdampak pada kinerja keuangan emiten.

Namun sebagai seorang investor patut juga untuk menelaah lebih jauh bagaimana strategi perusahaan atau emiten tersebut untuk memitigasi risiko yang dihadapi karena tentunya setiap emiten akan menjalankan fungsi planning dan risk management agar tetap mencatatkan kinerja yang solid.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(trp/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat