
Duh! Aktivitas IPO Global Terus Melambat, Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan yang mencatatkan sahamnya ke pasar modal terus melambat sejak kuartal pertama tahun ini. Hal itu mengakibatkan penurunan yang cukup besar pada jumlah transaksi dan perolehan dana.
Penyebabnya, karena adanya ketegangan geopolitik dan faktor makroekonomi. Lalu penurunan valuasi dan kinerja harga saham pasca-IPO yang buruk berimbas pada banyak penundaan.
Ernst and Young mencatat, perlambatan dramatis dalam aktivitas IPO secara tahunan (year on year/yoy) di 2022 dialami di sebagian besar pasar utama dunia. Padahal 2021 menjadi tahun rekor.
Sebanyak 10 IPO terbesar, berdasarkan perolehan pendanaan sebesar US$ 40 miliar, juga didominasi sektor energi. Ini menggantikan sektor teknologi sebagai penggalangan dana IPO teratas.
Sebenarnya sektor teknologi masih terus memimpin berdasarkan jumlah. Namun ukuran transaksi IPO rata-rata turun dari US$ 293 juta menjadi US$ 137 juta.
"Sedangkan sektor energi memimpin perolehan dengan ukuran transaksi rata-rata meningkat dari US$ 191 juta menjadi US$ 680 juta secara Yoy," kata lembaga itu dalam keterangan pers, Rabu (13/7/2022).
Sejalan dengan penurunan tajam dalam aktivitas IPO global, terjadi penurunan yang cukup besar pada aktivitas "lintas batas yang dipengaruhi oleh tekanan geopolitik dan kebijakan pemerintah terkait pencatatan di luar negeri". Selain itu, saat ini, investor juga kembali fokus pada aspek fundamental.
"Mengingat likuiditas pasar yang ketat dan penurunan harga saham yang signifikan dari banyak perusahaan baru yang go public selama dua tahun terakhir. Investor menjadi lebih selektif dan memfokuskan kembali pada aspek fundamental perusahaan daripada sekadar wacana dan proyeksi pertumbuhan, misalnya, keuntungan berkelanjutan dan arus kas bebas," tulis keterangan perusahaan lagi.
Sementara itu, Pimpinan EY Global IPO Paul Go mengatakan, setiap momentum awal yang dibawa dari rekor IPO tahun 2021 cepat hilang saat ini. Karena menghadapi peningkatan volatilitas pasar dari meningkatnya ketegangan geopolitik, faktor ekonomi makro yang tidak menguntungkan, melemahnya pasar atau valuasi saham, dan kinerja pasca-IPO yang mengecewakan, yang pada akhirnya menghalangi sentimen investor IPO.
"Dengan pengetatan likuiditas pasar, investor menjadi lebih selektif dan memfokuskan kembali pada perusahaan yang menunjukkan model bisnis yang tangguh dan pertumbuhan yang menguntungkan, sambil menanamkan ESG (lingkungan, sosial dan tata kelola) sebagai bagian dari nilai bisnis inti mereka," ujarnya dalam rilis yang sama.
Sedangkan Pimpinan EY Asia-Pacific IPO, Ringo Choi, mengatakan ada banyak faktor yang mempengaruhi. Mulai dari pembatasan Covid-19 dan perang di Eropa hingga kenaikan tingkat inflasi dan ketegangan AS atau China yang telah melemahkan pasar IPO Asia-Pasifik pada paruh pertama tahun 2022.
"Namun serangkaian perkembangan ekonomi positif dan kebijakan baru pemerintah di China akan menghasilkan optimisme baru dan membangkitkan aktivitas IPO di seluruh kawasan Asia-Pasifik untuk sisa tahun ini," tuturnya.
Indonesia
Indonesia sendiri, memimpin IPO di ASEAN meskipun terjadi penurunan yang mencolok di regional. Jumlah kegiatan penggalangan dana di pasar modal Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang kuat, didukung oleh keberlanjutan pemulihan ekonomi secara keseluruhan pada tahun 2022.
Lead Advisory, Strategy and Transactions Partner, PT Ernst & Young Indonesia Sahala Situmorang mengatakan, beberapa sektor utama mengalami pertumbuhan tinggi di tengah pandemi dan memanfaatkan momentum untuk melihat level baru pertumbuhan yang lebih tinggi.
"Prospek IPO tetap positif mengingat banyaknya jumlah perusahaan yang siap mengakses pasar publik di kuartal mendatang. Selain itu, kesinambungan pemulihan ekonomi secara keseluruhan ditambah dengan meningkatnya jumlah investor akan semakin memacu pertumbuhan aktivitas penggalangan dana di pasar modal," ucapnya.
Sementara, prospek kuartal III, masih ada ketidakpastian dan volatilitas kemungkinan akan tetap ada. Ada banyak mega IPO yang ditunda pada paruh pertama tahun 2022. Mereka mewakili pipeline yang sehat dan kemungkinan akan masuk ke pasar ketika ketidakpastian dan volatilitas saat ini mereda.
Namun, tantangan kuat dari ketidakpastian saat ini dan volatilitas pasar kemungkinan akan tetap ada. Termasuk ketegangan geopolitik, faktor ekonomi makro, kinerja pasar modal yang lemah, dan dampak dari pandemi yang masih berlangsung pada perjalanan global dan sektor terkait.
Sektor teknologi kemungkinan akan terus menjadi sektor utama dalam segi jumlah transaksi yang masuk ke pasar. Namun, dengan fokus yang lebih besar pada sumber energi terbarukan dalam menghadapi kenaikan harga minyak, sektor energi diperkirakan akan terus memimpin dengan hasil dari transaksi yang lebih besar.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mau IPO, Multikatya Asia Pasifik Raya Tawarkan Harga Rp 105-120/Saham