Sengkarut Masalah 3 Arrows Capital Hingga Akhirnya Bangkrut
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan dana lindung nilai (hedge fund) kripto yang berbasis di Singapura, yakni Three Arrows Capital (3AC) resmi dinyatakan bangkrut setelah pendirinya dilaporkan mendadak hilang dari media sosial.
Menurut dokumen pengadilan yang dikutip The Verge, petugas yang mengawal proses likuidasi 3AC menyatakan dua pendiri 3AC, yakni Su Zhu dan Kyle Davies, hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Petugas juga melaporkan tidak ada kerja sama yang berarti dari keduanya.
Sebelumnya pada awal bulan ini, 3AC mengajukan kondisi bangkrut berdasarkan "Chapter 15" di Amerika Serikat (AS). Langkah ini adalah upaya untuk melindungi aset milik perusahaan asing dari kreditur di AS.
Berita bangkrutnya 3AC muncul setelah perusahaan investasi tersebut dinyatakan gagal bayar (default) atas utang senilai Rp 9,9 triliun oleh broker kripto Voyager Digital.
Mirisnya, Voyager yang menjadi pihak pemberi utang atau kreditur 3AC juga dinyatakan bangkrut, meski sebelumnya Voyager sempat mendapatkan bantuan dana berupa kredit dari Alameda Ventures, firma perdagangan kuantitatif milik pendiri bursa kripto FTX, Sam Bankman-Fried.
Tak hanya Voyager saja, 3AC juga dilaporkan gagal untuk membayar utang sebesar US$ 270 juta ke bursa kripto Blockchain.com.
Russel Crumpler dan Chrisopher Farmer, dua direktur senior di Teneo, perusahaan yang ditugaskan mengawal proses likuidasi 3AC, menyatakan tidak bisa menghubungi Zhu dan Davies.
Mereka mengaku melakukan panggilan video melalui Zoom dengan orang yang mengaku bernama 'Su Zhu' dan 'Kyle', tetapi kedua orang tersebut mematikan video dan selalu berada dalam mode mute, meski ada pertanyaan yang diajukan langsung kepada mereka.
Dalam panggilan Zoom, kedua pendiri 3AC berkomunikasi melalui wakil mereka, firma hukum yang berbasis di Singapura.
Farmer juga mengaku telah berusaha menyambangi kantor 3AC di Singapura. Namun, pintu kantor 3AC terkunci dengan setumpuk surat belum dibuka di celah bawahnya. Crumpler dan Farmer mengklaim ada risiko besar keduanya berusaha memindahkan dana milik perusahaan.
"Risiko makin tinggi karena sebagian besar dari aset debitur terdiri dari dana tunai dan aset digital, seperti aset kripto dan NFT, yang sangat mudah dipindahkan," tulis mereka dalam dokumen pengadilan.
(chd)