Sempat Galau, IHSG Sesi I Berakhir di Zona Merah!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
13 July 2022 12:11
Karyawan melintas di depam layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/7/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terkoreksi pada penutupan perdagangan sesi I Rabu (13/7/2022) di tengah penantian investor terkait rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) Juni 2022 yang akan dipublikasikan malam ini.

IHSG dibuka melemah tipis 0,01% di posisi 6.717,93 dan berakhir terkoreksi dengan pelemahan 0,54% atau 36,3 poin ke 6.681,98 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 5,53 triliun dengan melibatkan lebih dari 11 miliar saham.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG sempat berada di zona merah. Selang 10 menit, IHSG terpantau menguat tipis 0,04% ke 6.721,26. Pergerakan IHSG terpantau masih volatil.

Alih-alih konsisten berada di zona hijau, pukul 10:30 WIB IHSG konsisten berada di zona merah hingga penutupan perdagangan sesi I. Level tertinggi berada di 6.727,92 pukul 09:10 WIB dan level terendah berada di 6.671,05 pukul 10:50 WIB.

Mayoritas saham siang ini melemah yakni sebanyak 294 unit, sedangkan 200 unit lainnya menguat dan 175 sisanya stagnan.

Isu resesi dunia masih dominan di kalangan pelaku pasar dan akan terus menghantui pasar finansial global. Bagaimanapun juga laju inflasi yang tinggi disertai dengan kebijakan moneter yang agresif telah membuat pasar keuangan global bergejolak di sepanjang tahun ini.

Investor masih akan memperhatikan risiko penurunan pada perkiraan pendapatan karena perusahaan bergulat dengan kenaikan suku bunga dan tekanan inflasi yang lebih besar, serta investor memperdebatkan kemungkinan resesi.

Di tengah risiko tersebut, investor juga menghindari aset berisiko seperti saham demi aset minim risiko seperti obligasi pemerintah.

Adanya aksi beli investor terhadap obligasi pemerintah membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun turun 9 bp menjadi 2,9%, yang mengindikasikan bahwa harganya sedang naik.

Namun bukan yield saja yang menjadi pantauan pemodal, melainkan juga kurva imbal hasilnya. Kurva imbal hasil antara obligasi tenor 2 tahun dan 10 tahun yang terbalik kembali terjadi hingga kemarin, setelah terjadi sebelumnya pada April lalu.

Secara historis, pembalikan kurva imbal hasil menjadi leading indicator bahwa ekonomi AS akan segera memasuki resesi.

Fokus utama investor saat ini terkait rilis laporan keuangan emiten-emiten besar di akhir minggu ini. Para pemodal akan menyaksikan bagaimana kenaikan inflasi yang tinggi di Amerika Serikat (AS) berdampak pada kinerja keuangan emiten.

Selain musim rilis laporan keuangan, pelaku pasar juga menanti rilis data inflasi AS bulan Juni 2022 yang akan dipublikasikan malam ini.

Konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan bahwa inflasi di AS bulan Juni naik 8,8% secara tahunan dan lebih tinggi dari bulan sebelumnya.

Laju inflasi yang membandel bisa membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) semakin agresif dalam menaikkan suku bunga acuan yang berakibat pada kenaikan dolar AS dan melemahnya mata uang negara lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular