Kripto Kembali Suram, Bitcoin Masih Betah di US$ 19.000

chd, CNBC Indonesia
13 July 2022 10:10
Ilustrasi/ Cryptocurrency / Aristya Rahadian
Foto: Ilustrasi/ Cryptocurrency

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas kripto utama kembali melemah pada perdagangan Rabu (13/7/2022), di mana investor kripto cenderung wait and see jelang rilis data inflasi di Amerika Serikat (AS).

Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:00 WIB, Bitcoin terkoreksi 2,24% ke harga US$ 19.423,49/koin atau setara dengan Rp 290.381.176/koin (asumsi kurs Rp 14.950/US$), sedangkan Ethereum ambrol 4,11% ke posisi US$ 1.043,79/koin atau Rp 15.604.661/koin.

Sedangkan beberapa koin digital (token) alternatif (alternate coin/altcoin) seperti Cardano terpangkas 3,9% ke US$ 0,4193/koin (Rp 6.269/koin), Solana tergelincir 2,77% ke US$ 32,72/koin (Rp 489.164/koin), dan Dogecoin terdepresiasi 2,88% ke US$ 0,06020/koin (Rp 900/koin).

Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.

Kripto

Bitcoin cenderung bertahan di kisaran harga US$ 19.000 pada hari ini. Selama sebulan terakhir, Bitcoin telah diperdagangkan dalam kisaran antara US$ 17.000 hingga US$ 23.000.

Beberapa analis percaya bahwa penurunan Bitcoin kali ini ke bawah US$ 20.000 menunjukkan tingkat harga tidak lagi kritis.

"Pergerakan Bitcoin di bawah support US$ 17.500-US$ 18.500 dapat mempercepat aksi jual, sementara penembusan US$ 19.500 mungkin juga menandakan rasa sakit lebih lanjut yang akan datang," kata Craig Erlam, analis pasar senior di Oanda, dikutip dari CoinDesk.

Sementara itu, Crypto Fear and Greed Index, indeks yang mengukur psikologis pasar di kripto kembali menurun ke angka 15. Padahal pada perdagangan Minggu lalu, indeks ini sempat menanjak ke angka 24, meski masih berada di zona fear.

Hal ini menandakan bahwa investor masih cenderung khawatir dengan prospek pergerakan harga kripto, di tengah masih adanya risiko makroekonomi global.

Crypto Fear & Greed IndexSumber: alternative.me
Crypto Fear & Greed Index

Di lain sisi, indeks AS naik tajam membuat Bitcoin kurang diuntungkan. Hal ini karena korelasi antara Bitcoin dengan dolar AS berbanding terbalik. Artinya jika sang greenback sedang perkasa, maka Bitcoin cenderung lesu, berlaku juga sebaliknya. Indeks dolar AS naik tajam 13% sepanjang tahun ini.

Sementara itu, investor juga cenderung wait and see jelang rilis data inflasi AS periode Juni lalu. Inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) diprediksi akan membentuk level tertinggi barunya pada bulan lalu, yakni 8,8%, seperti yang diekspektasikan pasar dalam konsensus Trading Economics.

Laju inflasi yang membandel bisa membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) semakin agresif dalam menaikkan suku bunga acuan yang berakibat pada kenaikan dolar AS dan tentunya menjadi sentimen negatif bagi Bitcoin dan kripto lainnya.

Selain dari kondisi makroekonomi global yang masih memburuk, krisis likuiditas yang menimpa beberapa pemain besar kripto juga turut mempengaruhi pergerakan kripto.

Beberapa pemain besar kripto seperti perusahaan dana lindung nilai (hedge fund) Three Arrows Capital (3AC) dan perusahaan peminjaman kripto seperti Celsius Network, Voyager Digital, dan Babel Finance sudah mulai mengalami krisis likuiditas sejak kejatuhan kripto yang kedua kalinya pada pertengahan Juni lalu.

Bahkan, krisis likuiditas yang dialami oleh beberapa perusahaan kripto yang juga menjadi pemain besar kripto juga disebabkan karena mereka memiliki eksposur kripto bermasalah yakni Terra Luna (LUNA) dan TerraUSD (UST).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Libur Tahun Baru Imlek 2023, Apa Kabar Harga Bitcoin Cs?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular