Sesi I

Galau Sejak Pagi, IHSG Rehat di Jalur Hijau

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
12 July 2022 11:48
Karyawan melintas di depam layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/7/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat pada penutupan perdagangan sesi I, Selasa (12/7/2022). Pelaku pasar tengah menanti rilis laporan keuangan emiten-emiten besar pada akhir minggu ini.

IHSG dibuka menguat 0,16% di posisi 6.732,85 dan berakhir di zona hijau dengan apresiasi 0,14% atau 9,54 poin ke 6.731,69 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 5,25 triliun dengan melibatkan lebih dari 13 miliar saham.

Pergerakan IHSG cukup volatil. Membuka perdagangan di zona hijau, selang dua menit saja IHSG kembali terpelanting ke zona merah dengan pelemahan 0,03%. Pukul 09:05 WIB IHSG kembali ke zona hijau dengan apresiasi tipis 0,02%. Tak bertahan lama IHSG kembali terkoreksi.

Indeks bursa Tanah Air tampak bergerak galau sejak pagi. Pukul 10:10 WIB IHSG terpantau menapaki zona merah dan mencatatkan level terendah hariannya di 6.708,17 pada pukul 10:30 WIB.

Sejak pukul 11:00 WIB IHSG mulai berani menunjukkan penguatan dan mencatatkan level tertinggi di 6.739,45 menjelang penutupan perdagangan. Mayoritas saham siang ini menguat yakni sebanyak 266 unit, sedangkan 232 unit lainnya melemah dan 170 sisanya stagnan.

Sentimen terkait perlambatan ekonomi global masih dominan di kalangan pelaku pasar, isu resesi dunia masih akan terus menghantui pasar finansial global termasuk Indonesia sehingga membuat aset-aset berisiko dihindari.

Bagaimanapun juga laju inflasi yang tinggi disertai dengan kebijakan moneter yang agresif telah membuat pasar keuangan global bergejolak di sepanjang tahun ini. Di AS, sinyal resesi kembali muncul.

Pembalikan kurva imbal hasil atau inverted yield curve kembali terjadi pekan ini. Secara historis, pembalikan kurva imbal hasil menjadi leading indicator bahwa ekonomi AS akan segera memasuki resesi.

Kemungkinan resesi di AS disebabkan karena laju inflasi yang sangat tinggi dan juga pengetatan kebijakan moneter yang agresif. Likuiditas yang terserap di sistem keuangan membuat investor mencemaskan bahwa output perekonomian Negeri Paman Sam akan mengalami kontraksi.

Oleh sebab itu, Fokus utama investor saat ini adalah rilis laporan keuangan emiten-emiten besar di akhir minggu ini. Para pemodal akan menyaksikan bagaimana kenaikan inflasi yang tinggi di Amerika Serikat (AS) berdampak pada kinerja keuangan emiten.

"Dengan ketakutan resesi yang membebani pasar, investor sangat fokus pada kinerja keuangan perusahaan untuk petunjuk yang lebih besar tentang kesehatan perusahaan dan ekonomi AS yang lebih luas," kata Greg Bassuk, chief executive officer di AXS Investments sebagaimana diwartakan CNBC International.

Kinerja saham-saham Wall Street yang melemah dapat menjadi sentimen negatif untuk bursa Asia. Namun di sisi lain kabar dari China dan Hong Kong juga turut menurunkan risk appetite investor.

Pelemahan indeks saham Asia di awal pekan juga dipicu oleh tren Covid-19 yang memburuk. Subvarian baru Covid-19 BA.5 dilaporkan sudah ditemukan di Shang Hai. Selain Shang Hai, Makau sebagai pusat perjudian di kawasan Asia juga memilih untuk tutup seiring dengan peningkatan kasus Covid-19.

Namun sebenarnya selain di China, kasus Covid-19 juga mengalami kenaikan secara global seiring dengan munculnya berbagai varian baru yang dinilai lebih menular.

"Badai Covid-19 bukan hanya fenomena China - kasus meningkat secara global, meskipun risiko penguncian di AS dan UE tetap sangat rendah," tulis Adam Crisafulli dari Vital Knowledge kepada CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular