Sempat Galau, IHSG Sesi I Berakhir Melemah 0,32%!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Senin, 11/07/2022 12:15 WIB
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada penutupan perdagangan sesi I Senin (11/7/2022) di tengah sentimen terkait perlambatan ekonomi global yang masih dominan di kalangan pelaku pasar.

IHSG dibuka menguat 0,18% di posisi 6.752,61 dan berakhir melemah 0,32% atau 21,67 poin ke 6.718,54 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 4,54 triliun dengan melibatkan lebih dari 10 miliar saham.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG berada di zona hijau, selang 5 menit perdagangan IHSG terpantau terkoreksi 0,15% ke 6.739,2. Selang beberapa saat, IHSG terpantau berbalik ke zona hijau.


Alih-alih konsisten berada di zona hijau, pukul 09:30 WIB IHSG terpantau berbalik arah dan konsisten berada di zona merah hingga penutupan perdagangan sesi pertama.

Level terendah berada di 6.709,58 pada pukul 10:15 WIB dan level tertinggi berada di 6.756,49 sekitar pukul 09:20 WIB. Mayoritas saham siang ini melemah yakni sebanyak 255 unit, sedangkan 250 unit lainnya menguat dan 170 sisanya stagnan.

Sentimen terkait perlambatan ekonomi global masih dominan di kalangan pelaku pasar, isu resesi dunia masih akan terus menghantui pasar finansial global termasuk Indonesia sehingga membuat aset-aset berisiko dihindari.

Bagaimanapun juga laju inflasi yang tinggi disertai dengan kebijakan moneter yang agresif telah membuat pasar keuangan global bergejolak di sepanjang tahun ini.

Pergerakan harga saham tak lepas dari sentimen rilis data ekonomi serta risalah rapat komite pengambil kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), atau FOMC.

Komite The Fed terus mengantisipasi kenaikan lanjutan dari suku bunga acuan Fed Funds Rate sebesar 50-75 basis poin (bps) untuk pertemuan pada Juli 2022.

Dengan kenaikan suku bunga acuan yang agresif, prospek pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam memang berpotensi melambat. Ketika AS resesi maka akan berpengaruh juga pada negara lain termasuk Indonesia.

Awalnya dampak akan dirasakan melalui pasar keuangan, antara lain munculnya capital outflow sehingga memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah dan saham.

Selanjutnya dampak akan berlanjut ke sektor rill, khususnya ekspor. Diketahui AS adalah mitra dagang utama Indonesia. Sehingga ketika ekonominya melambat, maka permintaan dari negeri paman Sam tersebut akan berkurang.

Sementara itu dari pasar komoditas, isu yang berpotensi menjadi sentimen penggerak pasar adalah kenaikan harga batu bara. Harga batu bara kembali tembus US$ 400/ton seiring dengan terjadinya krisis energi di Eropa dan gangguan rantai pasok di Australia.

Dengan harga batu bara yang masih tinggi diharapkan masih bisa menjadi katalis positif baik untuk rupiah maupun pasar saham terutama untuk emiten-emiten produsen si batu hitam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat