
Rupiah Sepekan Melemah 0,27%, Masih Dekati Rp 15.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang rupiah sepanjang pekan ini masih mencatatkan kinerja kurang baiknya, tetapi lebih baik jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya.
Melansir dari Refinitiv pada pekan ini, rupiah melemah 0,27% secara point-to-point di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Jumat (8/7/2022) kemarin, rupiah ditutup menguat 0,13% di level Rp 14.975/US$.
Perdagangan kemarin menjadi penguatan pertama kalinya setelah selama 9 hari perdagangan mengalami koreksi. Sejak perdagangan 28 Juni lalu, rupiah terus mencatatkan pelemahan di hadapan sang greenback. Bahkan saat ini, rupiah hampir menyentuh Rp 15.000/US$.
Meski begitu, ada kabar baik dari dalam negeri, di mana saat inflasi menanjak, konsumen Indonesia masih pede terhadap outlook perekonomian Tanah Air.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal bulan ini melaporkan inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi tahun kalender adalah 3,19%.
Sedangkan secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Kelompok volatil menjadi pemicu kenaikan inflasi yang tinggi tersebut. Kenaikan harga kelompok volatil menembus 2,51% (mtm) dan 10,07% (yoy). Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun terakhir. Jika dilihat lagi inflasi volatil meroket di item bahan makanan yang mencapai 2,3% (mtm) dan 9,57% (yoy).
Meski inflasi tinggi, apalagi harga pangan, ternyata konsumen masih optimistis, terlihat dari laporan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Bank Indonesia (BI) kembali merilis hasil survei konsumen. Hasilnya IKK pada Juni 2022 berada di 128,2, sedikit menurun dibandingkan sebelumnya yakni 128,9.
IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang. Berlaku juga sebaliknya.
Pada IKK Mei 2022, survei IKK yang bertepatan pada Hari Raya Idulfitri berada di 128,9, naik tajam dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Pada Juni, IKK tetap berada pada level optimis.
IKK yang masih tinggi membuat outlook perekonomian masih bagus. Sebab, semakin tinggi IKK, konsumen cenderung akan semakin banyak belanja yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Begitu juga sebaliknya.
Belanja rumah tangga merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran, dengan porsi mencapai 53,65% di kuartal I-2022. Dengan IKK yang masih tinggi, maka belanja rumah tangga bisa terus tumbuh yang berdampak positif ke PDB, begitu juga rupiah.
Sementara itu dari AS, data pertumbuhan pekerjaan dilaporkan mengalami kenaikan yang jauh lebih cepat dari yang diharapkan pada Juni 2022, menunjukkan bahwa pilar utama ekonomi AS masih tetap kuat meskipun beberapa data ekonomi menunjukkan pelemahan.
Penggajian non pertanian (non-farm payrolls/NFP) AS pada bulan lalu meningkat menjadi 372.000, lebih baik dari ekspektasi pasar dalam polling Dow Jones yang memperkirakan kenaikan 250.000.
Sementara itu, tingkat pengangguran di Negeri Paman Sam pada bulan lalu tidak mengalami perubahan dari periode Mei lalu, yakni masih sebesar 3,6%, sesuai dengan perkiraan pasar dalam polling Dow Jones.
Sebelumnya pada Kamis waktu AS, data klaim tunjangan pengangguran mingguan untuk periode pekan yang berakhir 3 Juli 2022 naik menjadi 235.000 klaim, tertinggi sejak 15 Januari lalu. Rilis tersebut juga lebih tinggi dari hasil survei yang dilakukan Dow Jones sebesar 230.000 klaim.
Masih dari AS, pada Rabu siang waktu setempat, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali memberikan sinyal kenaikan suku bunga di bulan ini. Hal ini dilakukan lantaran kenaikan suku bunga sebelumnya belum mampu menangani inflasi.
Mengutip CNBC International, anggota The Fed mengatakan bahwa kemungkinan akan ada kenaikan suku bunga sebanyak 50 hingga 75 basis poin (bp). Ini mengikuti kenaikan sebelumnya sebesar 75 basis poin pada bulan Juni.
"Dalam membahas tindakan kebijakan potensial pada pertemuan mendatang, para peserta terus mengantisipasi bahwa kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target untuk tingkat dana federal akan sesuai untuk mencapai tujuan Komite," kata sebuah risalah pertemuan The Fed yang dikutip Kamis, (7/7/2022) lalu.
"Secara khusus, peserta menilai bahwa peningkatan 50 atau 75 basis poin kemungkinan akan sesuai pada pertemuan berikutnya."
Dengan kembali dinaikannya suku bunga acuan The Fed pada bulan ini, maka potensi resesi masih cenderung besar, apalagi pada pekan ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) kembali mengalami inversi.
Yield Treasury tenor 2 tahun kembali lebih tinggi dari yield Treasury tenor 10 tahun, di mana yield Treasury tenor 2 tahun saat ini berada di atas sedikit posisi 3%, sedangkan yield Treasury tenor 10 tahun berada di bawah sedikit posisi 3%, atau tepatnya di kisaran 2,9%.
Terjadinya inversi sering ditafsirkan sebagai tanda peringatan bahwa resesi ekonomi telah di depan mata. Sebelumnya, inversi juga terjadi pada April lalu, dan menjadi sinyal kuat akan terjadinya resesi di Negeri Paman Sam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Merana Nyaris ke Rp15.000 Lagi, Ini Biang Keroknya