
Hari ke Hari Terus Volatil, IHSG Sepekan Masih Merosot 0,8%

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini masih cenderung kurang baik, tetapi lebih baik jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya.
Sepanjang pekan ini, Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut merosot 0,8% secara point-to-point. Pada perdagangan Jumat (8/7/2022) kemarin, IHSG ditutup melesat 1,32% ke level 6.740,22.
Dalam harian, sepanjang pekan ini IHSG cenderung volatil, di mana pada perdagangan awal pekan ini, IHSG ambruk 2,28% ke 6.639,17. Pada Selasa lalu, IHSG berhasil rebound dan melesat nyaris 1% atau lebih tepatnya melesat 0,97% ke 6.703,27.
Namun pada perdagangan Rabu lalu, IHSG kembali berbalik arah ke zona merah, merosot 0,85% ke posisi 6.646,41. Selang sehari berikutnya yakni Kamis lalu, IHSG kembali berbalik arah, tetapi hanya menguat tipis 0,09% ke 6.652,59. Barulah pada perdagangan akhir pekan ini, IHSG mampu melenggang lebih jauh.
Pada pekan ini, IHSG diperdagangkan di kisaran 6.600-6.700. Hingga saat ini, IHSG belum mampu menyentuh kembali zona psikologisnya di 7.000.
Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 43,4 triliun. Investor asing tercatat masih melakukan aksi jual bersih (net sell) hingga mencapai Rp 2,66 triliun di seluruh pasar pada pekan ini.
Volatilnya IHSG pada pekan ini disebabkan karena kondisi makroekonomi global yang masih belum menentu, sehingga investor tidak akan mempertahankannya dalam waktu yang lebih lama.
Pada pekan ini, beberapa data ekonomi di dalam negeri sudah dirilis. Data yang pertama yakni cadangan devisa (cadev). Bank Indonesia (BI) pada Kamis lalu melaporkan cadangan devisa per akhir bulan lalu berada di US$ 136,4 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 135,6 miliar.
Cadangan devisa merupakan "amunisi" bagi BI untuk melakukan intervensi terhadap pergerakan rupiah jika mengalami tekanan yang besar. Semakin besar cadangan devisa, "amunisi" BI juga semakin banyak, yang bisa memberikan kepercayaan pasar terhadap stabilitas nilai tukar.
BI memiliki kebijakan triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, obligasi, dan domestic non-deliverable forward (NDF).
"Peningkatan posisi cadangan devisa pada Juni 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa," sebut keterangan tertulis BI.
Sedangkan kedua, yakni data indeks keyakinan konsumen (IKK). BI pada Jumat kemarin juga merilis hasil survei konsumen. Hasilnya, IKK pada Juni 2022 berada di 128,2, sedikit menurun dibandingkan sebelumnya yakni 128,9.
Pada IKK Mei 2022, survei IKK yang bertepatan pada Hari Raya Idulfitri berada di 128,9, naik tajam dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Pada Juni, IKK tetap berada pada level optimis.
"Keyakinan konsumen yang tetap terjaga tersebut ditopang oleh menguatnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan terutama terhadap penghasilan dan lapangan kerja," tulis keterangan resmi bank sentral, Jumat (8/7/2022) kemarin.
Adapun rata-rata IKK selama periode triwulan II 2022 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata IKK triwulan II 2022 tercatat sebesar 123,4, lebih tinggi dari 114,6 pada triwulan I 2022.
Peningkatan tersebut didorong oleh optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, baik terhadap aspek penghasilan, ketersediaan lapangan kerja maupun ketepatan waktu dalam membeli barang tahan lama.
Sejalan dengan meningkatnya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan juga mengalami peningkatan pada semua aspek, yaitu ketersediaan lapangan kerja, kegiatan usaha, dan penghasilan.
Beralih ke luar negeri, terutama di Amerika Serikat (AS). Pada Kamis dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali memberikan sinyal kenaikan suku bunga di bulan ini. Hal ini dilakukan lantaran kenaikan suku bunga sebelumnya belum mampu menangani inflasi.
Mengutip CNBC International, anggota The Fed mengatakan bahwa kemungkinan akan ada kenaikan suku bunga sebanyak 50 hingga 75 basis poin (bp). Ini mengikuti kenaikan sebelumnya sebesar 75 basis poin pada bulan Juni.
"Dalam membahas tindakan kebijakan potensial pada pertemuan mendatang, para peserta terus mengantisipasi bahwa kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target untuk tingkat dana federal akan sesuai untuk mencapai tujuan Komite," kata sebuah risalah pertemuan The Fed yang dikutip Kamis, (7/7/2022) lalu.
"Secara khusus, peserta menilai bahwa peningkatan 50 atau 75 basis poin kemungkinan akan sesuai pada pertemuan berikutnya."
Dengan kembali dinaikannya suku bunga acuan The Fed pada bulan ini, maka potensi resesi masih cenderung besar, apalagi pada pekan ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) kembali mengalami inversi.
Yield Treasury tenor 2 tahun kembali lebih tinggi dari yield Treasury tenor 10 tahun, di mana yield Treasury tenor 2 tahun saat ini berada di atas sedikit posisi 3%, sedangkan yield Treasury tenor 10 tahun berada di bawah sedikit posisi 3%, atau tepatnya di kisaran 2,9%.
Terjadinya inversi sering ditafsirkan sebagai tanda peringatan bahwa resesi ekonomi telah di depan mata. Sebelumnya, inversi juga terjadi pada April lalu, dan menjadi sinyal kuat akan terjadinya resesi di Negeri Paman Sam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000